Eksistensi Peradilan Agama pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.93/Puu-X/2012

Kedudukan Peradilan Agama di Indonesia sebagai salah satu lembaga peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan pada perkara tertentu yang telah ditentukan oleh Undang- Undang. Bahkan hal ini diperkuat lagi oleh Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 yang diamandemen dengan Undang-Undang No. 3 tahun 2006 dan dirubah lagi dengan Undang-Undang No. 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Dalam Undang-Undang tersebut ditegaskan bahwa Peradilan Agama merupakan bagian dari pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu. Kewenangan relatif yang diartikan sebagai kekuasaan kehakiman Pengadilan yang satu jenis dan satu tingkatan, dalam perbedaannya dengan kekuasaan Pengadilan yang sama jenis dan sama tingkatannya. Kewenagan Absolut, yakni kekuasaan pengadilan yang berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkat pengadilan dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis tingkatan pengadilan atau tingkatan pengadilan lainnya. Lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi No.93/PUU-X/2012 adalah suatu pengukuhan terhadap kewenagan absolut Pengadilan Agama UU No.3 tahuun 2006, sebagai bentuk kewenangan baru yang harus di selesaikan oleh para hakim Pengadilan Agama terkait penyelesaian perbankan syaria