Pesantren sebagai subkultur dalam pendidikan Islam menurut K.H. Abdurrahman Wahid

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam pertama di Indonesia yang eksistensinya sangat berpengaruh dalam memberikan nilai-nilai positif kepada masyarakat yang ada di luarnya. Untuk mengetahui keunikan pesantren sebagai subkultur yang merupakan hasil akulturasi budaya lokal Jawa dengan Islam universal. Skripsi ini mengupas gagasan K.H. Abdurrahman Wahid mengenai pesantren sebagai subkultur pendidikan Islam di Indonesia. Penelitian ini menjawab permasalahan, Bagaimanakah pondok pesantren sebagai subkultur pendidikan Islam di Indonesia?. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan analisis content (isi), sehingga hasil penelitiannya tidak berupa angka-angka melainkan berupa interpretasi dan kata-kata. Pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan teknik kajian literatur dengan menjadikan buku-buku karya K.H. Abdurrahman Wahid sebagai data primer, dan literatur-literatur yang berkaitan dengan obyek penelitian ini sebagai data sekundernya. Kemudian data-data yang terkumpul dianalisa dengan menggunakan content analysis yakni, dengan cara memilah-milah data yang terkumpul untuk dianalisa isinya sesuai dengan yang dibutuhkan sehingga dapat diambil suatu kesimpulan. Penelitian ini membuktikan sebagai berikut: (1). Pesantren yang merupakan lembaga pendidikan Islam hasil akulturasi budaya lokal-Jawa dengan Islam universal, merupakan pembeda dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya di Indonesia. Dengan demikian, ia layak disebut dengan lembaga pendidikan yang memiliki kultur tersendiri yang dinamakan subkultur. Gus Dur menyebutkan ada tiga elemen yang dapat disandarkan kepada pesantren untuk pantas disebut subkultur yakni pertama, memiliki pola kepemimpinan yang mandiri dan tidak terkooptasi oleh negara, kedua kitab-kitab yang digunakan merupakan kitab-kitab yang berusia berabad-abad yang merupakan warisan dari Timur Tengah yang merupakan induk tradisi keilmuan Islam universal, ketiga sistem nilai yang digunakan adalah bagian dari masyarakat luar. (2). Gus Dur memandang bahwa subkultur pesantren bisa dikembangkan, terutama kurikulumnya. Di mana selama ini pesantren hanya bertujuan untuk mencetak �ulama�, menyebarkan agama, dan mentransfer nilai-nilai ke masyarakat luar, kini telah berkembang. Perkembangan tersebut bisa dilakukan asalkan tidak merubah sedikitpun tiga tujuan dan fungsi pesantren tersebut. Apabila hendak mengembangkannya hendaklah untuk terlebih dahulu mengenal sistem nilai pesantren yang merupakan sebuah subkultur, kemudian barulah dapat membuat gagasan untuk mengembangkan pesantren tanpa menghilangkan nilai-nilai subkulturnya yang menjadi identitas asli lembaga pendidikan Islam di Indonesi