Peran Pandita Perempuan dalam Upacara Catur Muka di Pura Amrta Jati Cinere Jakarta Selatan

Perempuan dalam agama Hindu memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk menjadi pemimpin Upacara Keagamaan. Hal tersebut menggambarkan adanya idealisme agama Hindu yang berpihak pada kesetaraan. Saat dihadapkan dengan realitas yang ada, perempuan Hindu sudah mempunyai peran yang sama dengan laki-laki. Kajian yang dilakukan Penulis dalam skripsi ini berupaya menelusuri bagaimana peran perempuan dalam memimpin upacara keagamaan khusunya Upacara Catur Muka yang ada di Pura Amrta Jati Cinere. Untuk menjawab permasalahan penelitian tersebut, Penulis mengumpulkan data dengan cara studi lapangan, yaitu dengan mengamati dan menyelidiki fakta-fakta yang terjadi di tempat penelitian, wawancara dengan tokoh-tokoh agama dan perempuan Hindu yang menjadi pemimpin atau pelaksanan upacara Catur Muka. Selain itu dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan cara studi dokumentasi, yaitu mengumpulkan data dari dokumen-dokumen tertulis untuk menguatkan pendapat yang diperoleh di lapangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode sosiologi dan Antropologi. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa, berbagai konsep Hindu yang menjelaskan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan berpengaruh secara penting terhadap kedudukan dan dianggap sebagai pusat kepemimpinan perempuan Hindu pada upacara Catur Muka di Pura Amrta Jati Cinere. Mereka dinobatkan menjadi Wiku Tapini yang bertanggungjawab penuh atas kesuksesan seluruh rangkain ritual upacara. Kepemimpinan perempuan Hindu tersebut tergambar dari posisi dan perannya dalam memimpin ritual Ngingsa Ngadegan Sunari, Ritual Ngadegan Bagia Pula Kertih, ritual Mecaru Tabuh, ritual Memasar, ritual Memben, ritual Inang-inang, ritual Pendanaan, dan ritual Nunu