Peninjauan Kembali Dalam Perkara Pidana (Perspektif Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung dan Sistem Hukum Islam)

Skripsi ini mengkaji tentang bagaimana pandangan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung mengenai Peninjauan Kembali dalam perkara pidana, dimana dalam pasal 268 ayat (3) KUHAP telah dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 dan Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 tahun 2014 setelahnya. Serta mengangkat Sistem Peradilan Islam yang telah dimulai pada periode Khulafa Rasyidin. Penyusunan penelitian ini menggunakan pendekatan Perbandingan Hukum. dengan berkonsentrasi pada pendekatan analisis perundang-undangan. Serta penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau normatif, yang kajiannya dilaksanakan dengan menelaah dan menelusuri berbagai literatur. Dengan demikian, penelitian ini merupakan penelitian Kualitatif bersifat deskriptif, yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-kata, bukan angka. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menelaah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomo 7 tahun 2014. Dengan bahan penelitian menggunakan bahan primer yakni Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Undang-undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-undang No.3 tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, Putusan Mahkamah Konstitusi No.34/PUU-XI-2013, Surat Edaran Mahkamah Agung No.7 tahun 2014, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Indonesia. Penelitian ini mengangkat permasalahan yakni peninjauan kembali yang sebelumnya diatur dalam pasal 268 ayat (3) telah dibatalkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013. Pada tahun 2014, Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 tahun 2014 yang berisi tentang pengaturan peninjauan kembali dalam perkara pidana yang hanya dapat diajukan satu kali saja. Surat Edaran Mahkamah Agung ini jelas bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013