Kritik sanad dan matan hadis tentang keringanan bagi orang yang meninggal di hari Jum�at

Fenomena hadis populer yang seringkali dijadikan pijakan dalam beramal di kalangan masyarakat luas memang bukan hal yang baru dalam kehidupan sosial beragama. Terhitung sejak wafatnya Khalifah Ali (40 H), umat Islam sering dipusingkan oleh kemunculan banyak hadis palsu yang sudah barang tentu tidak bisa dipertanggung jawabkan otentisitas dan validitasnya. Beberapa hadis yang dijadikan sumber hukum atau pedoman hidup masyarakat dalam beragama ternyata tidak dapat dipertanggung jawabkan otentisitasnya menurut ilmu hadis. Kendati demikian, tidak berarti seluruh hadis yang pupuler tidak dapat dipertanggung jawabkan. Tidak sedikit diantara hadis yang populer memang valid berasal dari Rasulullah SAW. Diantara sekian banyak hadis pupuler adalah hadis tentang keringanan wafat pada hari jum�at. Hari jum�at di mata mayoritas masyarakat muslim memiliki kesakralan tersendiri. Kesakralan itu tidak berhenti pada vonis bahwa jum�at adalah sayyid al-ayy?m. Lebih lanjut beredar informasi bahwa orang yang meninggal pada hari jum�at mendapat jaminan terjaga dari siksaan api neraka. Informasi ini didapat dari hadis yang terdokumentasi dalam beberapa kitab induk hadis. Kesimpulan penulis mengenai hadis keutamaan meninggal pada hari jum�at itu adalah dha�if secara sanad karena didalamnya terdapat periwayat yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kredibilitas periwayatannya. Meski demikian kedha�ifan hadis tersebut tidak serta merta membuat hadis ini tertolak. Karena selama hadis dhaif tidak bersinggungan dengan masalah hukum atau akidah, maka boleh diriwayatkan, dengan catatan harus disertai keterangan tentang kedhaifannya supaya tidak terjadi kesalah pahaman di dalam melegitimasi suatu amal yang berpijak pada hadis Nabi SA