Analisis Wacana Toleransi Beragama Dalam Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku

Cahaya Dari Timur: Beta Maluku merupakan film yang bertemakan tentang sepakbola, namun di dalamnya kental dengan pesan toleransi dan persatuan. Film ini merupakan kisah nyata tentang perjuangan Sani Tawainella melatih sepakbola anak-anak Desa Tulehu di tengah konflik antar agama hingga menjadi Juara Nasional U-15. Di satu sisi film ini banyak mengajarkan tentang toleransi antar umat beragama. Namun, di sisi lain film ini menggambarkan bagaimana kacaunya situasi di Ambon saat konflik berkecamuk di sana. Berdasarkan konteks di atas, maka pertanyaan mayornya adalah bagaimana wacana toleransi beragama dalam film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku? Adapun pertanyaan minornya adalah bagaimana wacana seputar toleransi beragama dikonstruksi dalam film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku karya Angga Dwimas Sasongko dilihat dari level teks (struktur makro, superstruktur, struktur mikro), level kognisi sosial, dan level konteks sosial? Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan model analisis wacana Teun A Van Dijk. Teun A Van Dijk membagi analisis wacana menjadi tiga bagian yaitu level teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Level teks terbagi menjadi tiga, pertama struktur makro yaitu tematik (tema), kedua superstruktur yaitu skematik, dan ketiga struktur mikro yaitu semantik (latar, detail, maksud praanggapan), sintaksis (bentuk kalimat, koherensi, kata ganti), stilistik, dan retoris (grafis, metafora, ekspresi). Level kognisi sosial melihat permasalahan dari latar belakang penulis naskah skenario. Level konteks sosial melihat bagaimana wacana tersebut berkembang di tengah masyarakat. Dalam film ini tema besar yang diangkat adalah tentang toleransi, sepakbola, resiliensi, serta keindahan alam dan budaya Maluku. Secara keseluruhan film ini menggunakan bahasa asli daerah Maluku dalam setiap adegannya. Dari segi kognisi sosial Irfan Ramly yang berperan sebagai penulis skenario dalam film ini merupakan masyarakat asli Maluku yang lahir dan besar di Ambon. Cerita-cerita tentang konflik menjadi dominan, karena ia merasakan secara langsung ketika konflik antar agama berkecamuk di Ambon. Dari segi konteks sosial paska perjanjian Malino, Ambon berangsur pulih meski sesekali nampak terjadi ketegangan antara dua kelompok yang bertikai. Film ini berusaha untuk menyampaikan tentang pentingnya arti toleransi dan persatuan di tengah keberagaman suku, agama, ras, dan budaya di Indonesia. Suara-suara perdamaian dan persatuan terus digalang, baik saat atau paska konflik terjadi, seperti melalui rumah-rumah ibadah, media, hingga sepakbola. Namun, seringkali niat baik tersebut harus berbenturan dengan kelompok-kelompok yang tidak menghendaki Ambon dalam kondisi yang aman