Analisis semiotika film dokumenter kiri hijau kanan merah

Sebagai aktivis dalam bidang Hak Asasi Manusia (HAM), Munir Said Thalib dinilai seorang pejuang sekaligus musuh menurut berbagai perspektif. Munir dianggap pejuang karena telah banyak mendampingi beberapa korban pelangganggaran HAM, tetapi ia juga disebut pemberontak karena sering mengkritik pemeritah yang selalu menggunakan aparat negara untuk melindungi kepentingan pribadi. Peristiwa tentang Munir ini didokumentasikan dalam sebuah film yang berjudul Kiri Hijau Kanan Merah. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka muncul pertanyaan, bagaimana film berjudul Kiri Hijau Kanan Merah mendeskripsikan kiprah Munir sebagai pejuang HAM? Dengan mengungkap, apa makna denotasi, makna konotasi, dan makna mitos yang terkandung dalam film dokumenter berjudul Kiri Hijau Kanan Merah yang di produksi oleh rumah produksi WatchdoC? Untuk menjawab rumusan masalah pada penelitian ini, peneliti menggunakan analisis semiotika Roland Barthes untuk menjabarkannya. Metode penelitian ini memberi titik tekan pada makna denotatif, konotatif, dan mitos. Selanjutnya penulis memperkaya temuan makna dengan mengarahkan pada permasalahan dibalik kasus pembunuhan Munir. Dari data yang dikaji lewat semiotik Barthes, diperoleh beberapa data, yakni: Makna denotasi yang memberikan gambaran kepada masyarakat tentang sosok Munir yang sebenarnya, dari analisa konotasi mengungkapkan isi dari pemikiran Munir yang humanis sebagai pembela HAM. Dari analisa mitos, dapat diketahui bahwa di Indonesia mempunyai sejarah yang pahit mengenai kasus kekerasan, pembunuhan hingga diskriminasi. Banyak isu pelanggaran HAM yang seolah-olah menghilang dan dihilangkan oleh ?sejarah?, rasisme, militerisme, fasisme yang masih diam melekat di tubuh Indonesia. Atas hasil penelitian ini juga kembali dibuktikan bahwasanya film dokumenter Kiri Hijau Kanan Merah ini mampu mengungkap adanya kasus-kasus pelanggaran HAM yang masih terjadi hingga saat ini. Aparat negara yang seharusnya menjadi alat pertahanan negara diubah menjadi alat pembunuh rakyat sipil untuk mempertahankan kekuasaa