Respon Nahdlatul Ulama terhadap formalisasi syariat Islam di Indonesia

Pada awal kemerdekaan bersamaan dengan diadakannya sidang BPUPKI yang membahas undang-undang dasar negara, NU sebagaimana juga kebanyakan kelompok Islam lainnya, termasuk organisasi yang gencar mengusulkan kata Islam menjadi elemen dasar negara. Dalam perdebatan antara nasionalis sekuler dan Islam tentang pencantuman tujuh kata dalam undang-undang dasar itu NU masuk dalam kelompok yang mendesak ditetapkannya tujuh kata tersebut. Sikap demikian kembali terulang ketika perdebatan tentang dasar negara kembali mengemuka paska Pemilu 1955. Dalam sidang Konstituante yang pelik karena terdapat tiga kelompok besar yang mengusulkan dasar negara, termasuk di dalamnya NU�sikap yang sebenarnya sudah tampak dalam tahun-tahun pertama kemerdekaan ketika bangsa Indonesia merumuskan bentuk dan dasar negara. Perubahan sikap NU terjadi pada fase awal delapan puluhan. Sikap NU yang pada masa sebelumnya gencar mendesakkan Islam dalam urusan politik kenegaraan menjadi terbalik sejak saat itu; NU menjadi organisasi keagaman yang menolak setiap formalisasi Islam dalam bentuk apa pun. Sikap demikian secara definitif menjadi sikap resmi organisai Islam terbesar ini dalam Muktamar 1984 di Situbondo, Jawa Timur. Melalui tokohnya yang sangat dihormati yakni KH. Achmad Siddiq, sikap NU yang demikian dipadatkan dalam sebuah kata yang hingga kini masih kerap disebut: kembali ke Khittah 1926