Analisis Rantai Nilai Komoditas Ikan Air Tawar Unggulan Di Kota Tangerang

Perikanan merupakan subsektor pertanian yang mempunyai peran penting sebagai salah satu penyedia sumber pangan hewani, bahan baku industri, dan mampu berkontribusi terhadap perekonomian nasional dan daerah. Pengembangan budidaya ikan air tawar konsumsi merupakan cara tepat dalam pemanfaatan lahan marjinal dan terbatas di Kota Tangerang. Pemanfaatan agribisnis perikanan di Kota Tangerang harus dilakukan secara terintegrasi dari hulu hingga hilir agar terbentuk nilai yang relatif sama di sepanjang rantainya. Kesenjangan yang terjadi diantara pelaku dalam mata rantai menandakan belum optimalnya kegiatan pengembangan budidaya ikan air tawar. Pelaku yang terlibat pada subsistem hulu dan hilir harus mengelola rantai tersebut secara efektif dan efisien. Penelitian ini digunakan untuk melihat kondisi rantai pasok dan nilai tambah komoditas ikan air tawar unggulan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan Kota Tangerang. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis jenis komoditas ikan air tawar unggulan di Kota Tangerang, (2) mengidentifikasi rantai pasok komoditas ikan air tawar unggulan di Kota Tangerang, (3) menganalisis rantai nilai komoditas ikan air tawar unggulan di Kota Tangerang dan (4) menganalisis nilai tambah yang dihasilkan setiap pelaku pada mata rantai komoditas ikan air tawar unggulan di Kota Tangerang. Penelitian ini dilakukan di Kota Tangerang. Analisis yang digunakan adalah analisis MPE, rantai pasok, rantai nilai dan nilai tambah metode Hayami. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret-Juli 2015. Hasil penelitian diperoleh komoditas ikan air tawar unggulan, yaitu ikan lele dengan nilai tertinggi sebesar 155.130.122,9. Rantai pasok ikan lele melibatkan empat pelaku, yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang pasar tradisional dan pedagang olahan ikan. Kondisi rantai pasok belum berjalan secara efektif dan efisien, terutama pada tingkat petani karena keterbatasan produksi ikan lele. Rantai nilai belum berjalan dengan baik karena adanya kesenjangan marjin penerimaan, yaitu pada petani. Marjin terbesar dihasilkan pada pedagang olahan ikan sebesar Rp 44.892,05 per kilogram, sedangkan marjin terkecil pada petani sebesar Rp 152,22 per kilogram. Hasil analisis dan perhitungan nilai tambah di tingkat petani sebesar Rp 5.532,96 per kilogram selama 3 bulan atau setara dengan Rp 61,47 per kilogram per hari, pedagang pengumpul sebesar Rp 2.368,23 per kilogram, pedagang pasar tradisional sebesar Rp 2.061,44 per kilogram dan pedagang olahan ikan sebesar Rp 3.578,16 per ekor atau Rp 25.047,12 per kilogram. Nilai tambah terbesar diperoleh pedagang olahan ikan, sedangkan nilai tambah terkecil diperoleh petani