Konglomerasi industri media di Indonesia analisis ekonomi politik media Pt. visi media asia Tbk

Sejak rezim Orde Baru runtuh, media massa semakin banyak bermunculan. Banyaknya jumlah media membuat persaingan semakin ketat. Media yang tidak memunyai kekuatan baik secara ekonomi maupun infrastruktur, akan tereliminasi dari persaingan. Menyadari hal tersebut, banyak media yang akhirnya melakukan merger, dan apabila memunyai banyak modal, maka akan mengakuisisi media lain untuk membentuk konglomerasi. Sebagai akibatnya, muncul beberapa korporasi media. Konglomerasi media sekarang ini menjadi tren di kalangan konglomerat. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana proses konglomerasi industri media PT. VIVA ditinjau dari segi perspektif persaingan pasar kepemilikan media di Indonesia? Apakah konglomerasi yang dilakukan VIVA menentukan proses komodifikasi atau transformasi nilai guna menjadi nilai tukar suatu komoditi pada media penyiaran yang dimiliki VIVA? Sejauh mana strategi yang digunakan oleh VIVA untuk mengatasi keterbatasan ruang dan waktu dalam menghadapi persaingan industri media penyiaran? Dan siapa yang menentukan rutinitas keseharian ANTV dan tvOne? VIVA melakukan konglomerasi dengan menyinergikan semua lini usaha yang dimilikinya. Konsentrasi kepemilikan media sangat berpengaruh terhadap isi atau program yang disampaikan kepada masyarakat karena sudah disisipkan kepentingan ekonomi maupun politik pemilik media. VIVA membuat stasiun televisi baru dan menambah stasiun relay untuk mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. Dan Aburizal Bakrie sebagai pemilik modal, juga ikut menentukan rutinitas keseharian ANTV dan tvOne. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori Ekonomi Politik Media dari Vincent Mosco (1996) yang membaginya ke dalam tiga entry point yaitu komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi. Dengan pendekatan kritis, penulis mencoba melihat hubungan antara struktur ekonomi, politik, dinamika media, dan ideologi media itu sendiri. Melihat gejala pemusatan atau konsentrasi media (konglomerasi), penulis fokus pada konsep studi mengenai ekonomi politik media. Konsentrasi kepemilikan media, dibarengi pula dengan adanya liberalisasi media. Liberalisasi media memungkinkan adanya persaingan media, terlebih untuk kepentingan industri. Jika media sudah menjadi bagian dari industri, secara otomatis media akan berpihak pada publik atau berpihak pada kepentingan pasar dan pemodal. Konglomerasi media dapat mengancam kebebasan pers. Konglomerasi sangat memengaruhi independensi dan idealisme sebuah media. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa saat ini tanpa modal besar memang sangat sulit untuk sebuah media bisa hidup dan terus bersaing. Tetapi sebaiknya sebuah media juga memerhatikan kualitas keredaksiannya, karena modal besar tanpa didukung kualitas keredaksian hanya akan berarti membuang modal