ASUHAN KEPERAWATAN TN. SDENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN PADA SKIZOFRENIADI BANGSAL ABIMANYU RSJ PROF. DR. SOEROJO MAGELANG

Pengaruh globalisasi, modernisasi, informasi, industrialisasi, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, mengakibatkan perubahan sosial yang cepat (rapid social change). Kehidupan masyarakat menjadi semakin kompleks dan rumit. Proses adaptasi pun menjadi sulit dilakukan (Sunaryo, 2014, p. 263). Individu yang tidak dapat beradaptasi dengan perubahan zaman dan tuntutan sosial yang baru, dapat menimbulkan suatu stresor (tekanan) yang dapat menyebabkan stres.Stres diawali dengan adanya ketidakseimbangan antara tuntutan dan sumber daya yang dimiliki individu (Yosep dan Sutini, 2016, p. 46). Semakin tinggi kesenjangan yang terjadi semakin tinggi pula tingkat stres yang dialaminya. Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menghadapi stres. Individu yang mengalami stres berkepanjangan dan koping yang maladaptif, dapat berisiko mengalami gangguan jiwa.WHO (2009, p. 1) memperkirakan terdapat 450 juta orang (13%) di seluruh dunia yang mengalami gangguan jiwa dan kemungkinan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, p. 165) tahun 2013 yang dilakukan oleh Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan melaporkan kejadian gangguan jiwa di Indonesia sebesar 1,7 per mil. Provinsi Jawa Tengah sendiri menempati urutan ke 5 dari 34 provinsi di Indonesia dengan prevalensi 2,3 per2mil. Hal ini berarti, 1-2 orang dari 1000 penduduk di Indonesia mengalami gangguan jiwa berat, sedangkan di Jawa Tengah 2 dari 1000 penduduk mengalami gangguan tersebut. Salah satu bentuk dari gangguan jiwa berat adalah skizofrenia.Skizofrenia mempengaruhi lebih dari 21 juta orang di seluruh dunia. Hal ini lebih umum ditemukan pada laki-laki dengan jumlah penderita sebanyak 12 juta orang, dibandingkan dengan perempuan yang berjumlah 9 juta orang (WHO, 2016, p. 1). Klien skizofrenia berisiko 5 kali lebih besar melakukan perilaku kekerasan dibandingkan dengan orang pada umumnya (Sari & Dwidiyanti, 2014, p. 290). 62,5 % klien memiliki riwayat kekerasan baik sebagai pelaku, korban, ataupun saksi (Sudiatmika, Keliat, & Wardani, 2013, p. 2).Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningsih dalam Silitonga, Hamid dan Putri (2014, p. 8) menunjukkan bahwa 68% penyebab klien dibawa ke rumah sakit jiwa adalah perilaku kekerasan. Hasil survei yang dilakukan oleh Hastuti (2014, p. 84) pada 93 responden di dapatkan fakta bahwa perilaku kekerasan dalam bentuk verbal sebanyak 98%, perilaku agresif 91%, kontak/kekerasan fisik 68%, dan perilaku merusak lingkungan sebanyak 36%. Hal tersebut menunjukkan bahwa klien skizofrenia sangat berisiko melakukan perilaku kekerasan