ASUHAN KEPERAWATAN POST SECTIO CAESAREA DENGAN INDIKASI PREEKLAMSI RINGAN PADA NY. W DI BANGSAL ANGGREK,RST. dr. SOEDJONO, MAGELANG

Salah satu indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan serta program pembangunan di sektor kesehatan yaitu dapat dilihat dari angka kematian pada suatu wilayah maupun negara (Depkes RI,2006).Indonesia memiliki target Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2015 adalah 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup,akan tetapi berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatn Indonesia (SDKI) tahun 2012. Angka Kematian Ibu (AKI) yang berkaitan dengan kehamilan,persalinan,dan nifas sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup jauh dari target yang harus dicapai pada tahun 2015. Angka Kematian Bayi (AKB) pada Millennium Development Goals (MDGs) 2015 sebesar 17 per 1000 kelahiran hidup. Data tahun 2007 berdasarkan laporan puskesmas diperoleh sebesar 9,1 per 100 0 kelahiran hidup.Angka ini sudah jauh menurun dan melampaui target. Namun angka-angka tersebut khususnya Angka Kematian Ibu masih tinggi di antara Negara ASEAN di luar Laos dan Kamboja (Depkes RI,2008).RISKEDA tahun 2013 melaporkan bahwa berdasarkan laporan dari kota/kabupaten di Jawa Tengah terdapat 118,62/100.000 kelahiranhidup,mengalami peningkatan bila dengan AKI pada tahun 2012 sebesar 116,34/100.000 kelahiran hidup.Menurut Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia Ali Gufron Mukti pada pembukaan Asian Pacific Development Summit 2012,di Jakarta mengatakan bahwa angka kematian ibu melahirkan di Indonesia atau Maternal Mortality Rate (MMR) tercatat paling tinggi di Pulau Jawa. Data ini cukup mencengangkan karena Pulau Jawa dinilai memiliki akses kesehatan lebih baik ketimbang daerah terpencil atau perbatasan. Indonesia perlu bekerja keras mencapai target MDGs dari angka sekarang 228 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 102 per 100.000 per kelahiran hidup pada tahun 2015.Kematian ibu masih banyak diakibatkan faktor resiko tidak langsung berupa keterlambatan (Tiga Terlambat),yaitu terlambat mengambil keputusan dan mengenali tanda bahay,terlambat dirujuk,dan terlambat mendapat penanganan medis. (Depkes,2011)Persalinan adalah proses dimana bayi,plasenta dan selaput ketuban keluar dari rahim. (Depkes RI,2004). Ada dua cara persalinan,yaitu persalinan lewat vagina,lebih di kenal dengan persalinan normal atau alami dan persalinan denan operasi caesar,yaitu bayi dikeluarkan lewar pembedahan perut (Kasdu,2003).).Salah satu jenis pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah Sectio Caesaria (SC) , dimana SC adalah suatu persalinan buatandimana janin dilahirkan melalui indikasi insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat badan janin di atas 500 gram. ( Prawiroharjo,2000 : 536).Sectio Caesarea jauh lebih aman dibandingkan masa dahulu berkat kemajuan dalam antibiotika,tranfusi darah,anestesi,dan teknik operasi yang lebih sempurna. Karena itu saat ini ada kecenderungan untuk melakukan operasi tanpa dasar indikasi yang cukup kuat. (Muchtar,2000).Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan dengan Sectio Caesarea medis antara lain adalah Disproporsi Cevalo Pelvik (ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul), Pre-Eklamsi,KPD (ketuban pecah dini), Janin Besar(Makrosomia), Kelainan Letak Janin, Bayi Kembar, Hambatan Jalan Lahir. Sedangkan non medis antara lain Rasa sakit pada persalinan, Takut tidak kuat mengedan, Trauma persalinan lalu, Kepercayaan dan Kesehatan lebih terjamin.Banyaknya kasus persalinan dengan Sectio Caesaria semakin sering dilakukan dan semakin tinggi tingkat keberhasilannya, walaupun tetap dipandang sebagai suatu upaya terakhir,saat ini operasi Sectio Caesarea sudah menjadi sesuatu yang umum (Kasdu,2003).World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa angka persalinan dengan Sectio Caesarea sekitar 10% sampai 15% dari semua proses persalinan di Negara-negara berkembang dibandingkan dengan 20% di Britania Raya, 23% di Amerika dan Serikat Kanada Tahun 2003memiliki angka 21%. Sedangkan di Indonesia Rumah Sakit Pemerintah rata-rata 11% dan Rumah Sakit Swasta sendiri bisa lebih dari 30% (saleha, 2009).Menurut survey penulis angka kejadian persalinan dengan Sectio Caesarea di Rumah Sakit Tentara. Dr.Soedjono Magelang pada Tahun 2014 sebanyak 496 kasus,dengan indikasi plsenta previa sebanyak 2,42 %, KPD sebanyak 27,4%, gagal induksi 8.46 %, PEB 2,57 %. Dan data pasien Sectio Caesarea dengan preeklamsi sampai dengan bulan September 2015 sejumlah 38 pasien,Tindakan yang dilakukan pada pasien post Sectio Caesarea yaitu dengan dilakukannya mobilisasi segera. Mobilisasi juga memberikan manfaat terhadap psikologis yaitu dapat memberikan kepercayaan diri pada pasien bahwa dia mulai sembuh. Pasien yang mendapat anastesi spinal boleh duduksetelah 24 jam, pasien sudah diperbolehkan miring kanan atau ke kiri,serta boleh melipat kaki. Hari kedua,apabila telah mampu berjalan ke kamar mandi,kateter urin sudah dapat dilepas,dan pasien boleh pulang pada hari ketiga atau keempat. Tujuan dari mobilisasi yaitu untuk mencegah terjadinya thrombosis,emboli paru,memperlacar peredaran darah serta dapat mengurangi rasa nyeri.Masalah fisiologis pada hari pertama dapat didominasi oleh nyeri akibat insisi dan nyeri dari di usus halus. Tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan rasa nyeri yaitu mengubah posisi,mengganjal insisi denganbantal,massage. Obat nyeri biasanya diresepkan setiap 3 sampai 4 jam,tetapi analgesia pengontrol nyeri atau narkotik epidural dapat diresepkan sebagai pengganti.Perawatan luka insisi serta perawatan perineum dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko infeksi. Perawatan luka insisi hanya dilakukan dengan memonitoring luka apabila terjadi perdarahan. Perawatan perineum dilakukan dengan cara membersihkan vulva dari anterior menuju posterior atau dari vula menuju anus. Kesembuhan luka dapat ditunjang dengan pemberian diit tinggi kalori tinggi protein (TKTP) (Cunningham,2013)