ASUHAN KEPERAWATAN GASTROENTERITIS PADA AN. A DI RUANG DAHLIA RUMAH SAKIT UMUM DAERAHKOTA MAGELANG

Anak sebagai suatu makhluk yang rentan dan tergantung selalu dipenuhi rasa ingin tahu, aktif serta penuh harapan merupakan awal suatu kehidupan, yang menentukan pribadi yang mandiri dan generasi yang berkualitas, maka perlu mendapatkan upaya peningkatan derajat kesehatan anak (Nursalam, 2013).Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak karena merupakan cerminan dari kesehatan anak saat ini. Tingginya angka kematian bayi disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah faktor penyakit infeksi. Beberapa penyakit infeksi yang saat ini masih menjadi penyebab terbesar kematian bayi, diantaranya adalah gastroenteritis (Hidayat, 2008).Penyakit gastroenteritis masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan kematian anak diberbagai negara termasuk Indonesia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) diperkirakan 2,5 milyar anak-anak didunia menderita gastroenteritis dan 1,5 milyar dari mereka meninggal setiap tahunnya (Falszewska, 2014). Menurut Wikipedia (2014), gastroenteritis mengakibatkan sekitar 1,3 juta kematian pada anak-anak di bawah usia lima tahun, sebagian besar kasus terjadi di negara berkembang.Data pada tahun 2013 menyebutkan bahwa prevalensi insiden gastroenteritis balita di Indonesia mencapai 6,7%. Insiden gastroenteritis balita tertinggi terjadi pada umur 12-23 bulan dengan prevalensi 9,7%. Prevalensi gastroenteritis balita di Indonesia tertinggi berada di provinsi Aceh yang mencapai 10,2%, tertinggi kedua terdapat pada provinsi Papua dengan prevalensi 9,7%, dan yang terendah terdapat pada provinsi Kalimantan Timur yaitu 3,3%, sedangkan provinsi Jawa Tengah mencapai prevalensi 6,5% urutan ke 12 dari semua provinsi yang ada di Indonesia.Untuk Kota Magelang angka kesakitan gastroenteritis pada tahun 2014 khususnya di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Magelang terdapat 235 kasus dengan waktu setengah tahun yaitu dari bulan Januari sampai dengan bulan Juli, sedangkan tahun 2015 terdapat 255 kasus gastroenteritis dengan selang waktu bulan Januari sampai dengan bulan Agustus. Kasus gastroenteritis di RSUD Kota Magelang menempati urutan kedua setelah talasemia (33,03%), kemudian disusul dengan bronkopneumonia (13,49%), ISPA (7,9%), dan kejang (6,22%) (Rekam Medik RSUD Kota Magelang,2015).Gastroenteritis adalah radang pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah, dan sering kali disertai peningkatan suhu tubuh (Suraatmaja, 2010). Penyebab utama gastroenteritis akut adalah virus (Rotavirus, Adenovirus enteris, Norwalk-virus dan lain-lain), bakteri atau toksinnya (Campylobacter, Salmonella, shigella, Escherichia coli, Yersinia, dan lainnya), serta parasit (Giardialamblia, Cryptosporidium) (Mandal dkk,2006).Anak yang terserang gastroenteritis akan terjadi invasi mikroorganisme pada traktus Gastro Intestinal yang menyebabkan diare karena terjadi produksi enterotoksin yang menstimulasi sekresi air dan elektrolit, invasi serta destruksi langsung sel-sel epitel usus dan inflamasi lokal serta invasi sistemik oleh mikroorganisme. Sehingga menyebabkan gangguan fisiologis paling serius yaitu dehidrasi, gangguan keseimbangan asam basa dan syok yang terjadi ketika keadaan dehidrasi lebih lanjut hingga titik terjadinya gangguan yang serius pada status sirkulasi dan akan membahayakan anak (Mandal dkk, 2006).Penyakit gastroenteritis pada anak juga dapat mengganggu tumbuh kembang anak. Apabila penyakit gastroenteritis pada anak menyebabkan malnutrisi dan dehidrasi, dapat membuat anak tumbuh dengan lambat dan pertumbuhan tidak sesuai usia tumbuh kembang. Kekurangan nutrisi dan cairan pada anak dapat juga menganggu kerja organ didalam tubuh, pembangunan, serta pengaturan sel didalam tubuh. Karena nutrisi dan cairan merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan (Hidayat, 2008)Penatalaksanaannya segera perlu dilakukan untuk mencegah dampak kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi, antara lain dengan cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung elektrolit dan gula harus diberikan (Sudoyo, 2009)