ASUHAN KEPERAWATAN FRACTURE CLAVICULAE 1/3 MEDIAL SINISTRA POST ORIF PADA Sdr. D DI RUANG ERST DOKTER SOEDJONOMAGELANG

Dengan makin pesatnya kemajuan transportasi di Indonesia baik dari segi jumlah pemakaian jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan makin banyak pula angka kecelakaan lalu lintas.World Health Organization (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1,3 juta orang mengalami kecacatan fisik. Kecelakaan memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstremitas bawah sekitar 40% (Depkes RI, 2011). Menurut hasil data Riset Kesehatan Dasar dalam Nurchairiah tahun 2011 di Indonesia, fraktur sering disebabkan oleh cidera seperti terjatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam/tumpul. Riset Kesehatan Dasar dalam Nurchairiah (2011) menemukan ada sebanyak 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %). Kasus kecelakaan lalu lintas sebanyak 20.829 kasus, dan yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda tajam/tumpul yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %). Pada tahun 2014, berdasarkan catatan rekam medis di RST Dokter Soedjono Magelang didapatkan data bahwa terdapat 334 pasien fraktur, dengan pasien meninggal sebanyak 3 orang.Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, misalnya benturan pada lengan bawah dan juga dapat disebabkan oleh trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan. Fraktur atau patah tulang juga akan mempengaruhi jaringan disekitarnya, misalnya menyebabkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, rupture tendo, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh akan mengalami cidera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Smeltzer & Bare, 2002).Fraktur akan berpengaruh besar terhadap aktifitas penderita khususnya yang berhubungan dengan gerak dan fungsi anggota yang mengalami cidera akibat fraktur. Pada umumnya fraktur akan menimbulkan gejala klasik diantaranya rasa nyeri hebat dan bengkak di bagian tulang yang mengalami fraktur, deformitas (perubahan struktur atau bentuk), nyeri tekan, putusnya kontinuitas tulang dan gangguan neurovascular (Sjamsuhidayat & Jong, 2012).Apabila penanganan fraktur tidak segera dilakukan dan tidak pada tempat yang benar maka akan menimbulkan berbagai komplikasi. Salah satunya yaitu syok hipovolemik atau traumatik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak. Hal ini dapat berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cidera. Selain itu juga dapat menyebabkan sindrom emboli lemak karena setelah terjadi fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapileratau karena katekolamin yang dilepaskan akibat reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terbentuknya globula lemak dalam aliran darah yang akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli dan dapat menyumbat aliran darah ke otak, paru, ginjal dan organ lain. Ini paling sering terjadi dalam waktu 24 sampai 72 jam setelah cidera (Smeltzer& Bare, 2002).Penanganan fraktur harus dilakukan segera dan dengan tindakan yang tepat agar komplikasi dapat diminimalkan. Prinsip penanganannya meliputi recognition, reduction, retention atau imobilisasi dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dan rehabilitation. Recognition meliputi diagnosis dan penilaian fraktur. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Retention atau imobilisasi fraktur, dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Rehabilitation atau mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, reduksi dan imobilisasi, status neurovaskuler dipantau, dan ahli orthopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler (Sjamsuhidayat & Jong, 2012)