ASUHAN KEPERAWATAN SKIZOFRENIA PADA SDR. FDI RSJ PROF. DR. SOEROYO MAGELANG

Manusia yang hidup di dunia pasti tak lepas dari masalah. Seiring dengan perkembangan dunia, permasalahan kehidupan yang dihadapi manusia semakin meningkat. Masalah tersebut bisa datang dari internal maupun dari eksternal manusia itu sendiri. Tidak semua manusia memiliki mekanisme koping yang bagus dan setiap individu memiliki cara tersendiri unuk menyelesaikan masalahnya. Namun terkadang ada sebagian individu yang tidak dapat menyelesaikan masalahnya sendiri sehingga hal ini dapat berpengaruh pada jiwa seseorang apabila tidak dapat mengontrol gejala yang muncul.Gejala gangguan jiwa ada yang ringan, sedang dan berat. Gangguan jiwa berat yaitu gangguan jiwa yang ditandai oleh terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight) yang buruk. Gangguan jiwa berat dikenal dengan sebutan psikosis dan salah satu contoh psikosis adalah skizofrenia (Depkes RI, 2013, p. 162).Berdasarkan data yang didapatkan dari National Institute of Mental Health dalam Sylvia, Dewi, Richard (2013, p. 85) di tahun 2000 prevalensi skizofrenia di dunia yaitu sekitar 1,1%, dari populasi diatas usia 8 tahun, atau sekitar 51 juta orang. Sedangkan data yang didapatkan dari Riskesdas RI (Riset kesesahatn dasar Republik Indonesia) tahun 2013 secara Nasional terdapat 0,17 % (lebih dari 400.000)penduduk Indonesia mengalami Gangguan Mental Berat (Skizofrenia) dan di Provinsi Jawa Tengah terdapat 2,3 permil orang dengan gangguan jiwa berat (Depkes RI, 2013, p. 131). Data di RSJ dr. Soeroyo Magelang tahun 2014 didapat jumlah pasien rawat inap gangguan jiwa sebanyak 1852 orang, di bangsal Kresna dengan diagnosa skizofrenia sebanyak 490 orang, sedangkan dengan masalah keperawatan Isolasi Sosial sebanyak 25 orang.Menurut Yosep (2010,p. 232) perawatan bagi skizofrenia dengan masalah keperawatan isolasi sosial di rumah sakit yang paling baik adalah membina hubungan saling percaya, membantu klien mengenali perilaku isolasi sosial, dan melatih klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara bertahap, serta mengajarkan kepada klien mekanisme coping yang konstruktif.Pada studi pendahuluan yang dilakukan di wisma Antareja RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang 17 Januari 2015, ditemukan fakta empirik bahwa perawatan untuk pasien skizofrenia dengan masalah keperawatan isolasi sosial yaitu pasien hanya diikutsertakan dalam aktivitas dibangsal seperti pasien dengan masalah keperawatan yang lain. Komunikasi terapeutik sudah diterapkan namun tidak sesuai yang diharapkan. Komunikasi terapeutik tersebut hanya dilakukan seperlunya saja seperti komunikasi biasa sehingga hubungan saling percaya antara pasien dengan perawat masih kurang. Intervensi yang telah dilakukan seperti, minum obat secara teratur, terapi individu, kelompok, dan keluarga juga belum membuat pasien dapat bersosialisasi dengan baik karena pemantauan yang belum merata dan pendekatan perawat dengan pasien, serta pertemuan dengan keluarga yang masih kurang.Dengan permasalahan tersebut penderita skizofrenia dengan masalah keperawatan isolasi sosial akan sulit untuk kembali berinteraksi dengan orang lain. Tidak terjalinnya hubungan saling percaya dengan pasien isolasi sosial akan mengakibatkan pasien sulit menjadi terbuka dan menunjukkan perasaannya serta tidak mau membicarakan masalahnya sehingga menghambat dalam pemberian tindakan keperawatan lebih lanjut. Jika tidak diberikan tindakan lebih lanjut dapat mengakibatkan perilakunya semakin tertutup dengan orang lain dapat menyebabkan intoleransi aktivitas yang akhirnya bisa berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri (Direja, 2011,p. 125).Berdasarkan urain diatas perawat mempunyai peran penting dalam asuhan keperawatan skizofrenia. Solusi yang ditawarkan untuk menagani masalah pada klien isolasi sosial yaitu dengan menekankan komunikasi terapeutik yang sangat penting untuk membina hubungan saling percaya, dengan adanya rasa percaya seseorang dapat lebih terbuka dalam menunjukkan perasaan dan pikirannya. Mempertahankan komunikasi non verbal jika komunikasi verbal tidak berhasil seperti diam selama 5-10 menit bersama pasien (Videbeck, 2008, p.47). Untuk meningkatkan hubungan saling percaya diantaranya perlu interaksi yang sering dan singkat (Keliat dan Akemat, 2007, p.64).Dengan dasar tersebut, penulis tertarik untuk melakukan studi ksus tentang asuhan keperawatan skizofrenia dengan masalah keperawatan isolasi sosial di RSJ Prof .dr. Soeroyo Magelang