EVALUASI PENGGUNAAN NEMATODA Steinernema CARPOCAPSAE DALAM PENGENDALIAN HAYATI HAMA Spodoptera SPP. PADA TANAMAN BAWANG

Ulat Spodoptera spp. merupakan salah satu resiko dan kendala utama dalam budidaya bawang merah. Salah satu musuh alami hama ini adalah nematoda entomopatogen, Steinernema carpocapsae, yang telah dikenal luas tetapi masih dalam taraf penelitian dasar, khususnya di Indonesia. Nematoda ini diyakini merupakan salah satu calon pelaku pengendalian hayati hama tersebut yang handal. Namun sejauh ini kajian kearah penerapan yang kelak dapat diadopsi oleh petapi masih sangat langka. Sejauh mana peranan nematoda untuk pengendalian serangga hama dalam sistem pengendalian hama terpadu, (PHT) telah diulas oleh Kaya (1992). Konsep pemanfaatan musuh alami lokal lebih baik daripada dari luar, mendasari pentingnya pemberdayaan musuh alami lokal tersebut. Nematoda ini mempunyai kemampuan mencari inang yang tinggi, menginfeksi dan membunuh serangga sasaran dengan cara meracuni hemolimfa (septicemia) dalam waktu singkat hanya 24 48 jam, mudah diperbanyak secara, massal pada medium buatan, mempunyai kisaran inang yang luas (meliputi, Ordo Lepidoptera, Coleoptera, Orthoptera, dan Diptera dengan sasaran utama stadium larva), tidak berbahaya bagi mamalia dan vertebrata, tidak meracuni lingkungan, kompatibel dengan sebagian besar pestisida kimia, belum dilaporkan dapat menyebabkan kekebalan serangga (Chaerani, 2000). Informasi ini mendukung keberhasilan upaya pengendalian hama sasaran ini dengan nematoda tersebut. Pengendalian hayati sebagai salah satu. komponen utama PHT mendapatkan prioritas. Hal ini sesuai dengan issue Pembangunan Pertanian bahwa pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) harus berdasarkan sistem PHT. Dalam hal ini S. carpocapsae kompatibel dengan komponen PHT yang lain. Hasil penelitian lapangan, di Jepang membuktikan bahwa aplikasi S. carpocapsae dikombinasikan dengan insektisida kimia (oxamyl, fenithrothion, diazinon, acephate, permethrin), hasilnya lebih baik dalam mengendalikan hama hama dalam tanah dan hama daun daripada jika hanya perlakuan nematoda atau insektisida kimia saja (Ishibashi, 1993). Tujuan penelitian tahun 2001 ini membuktikan kehandalan nematoda tersebut dalam mengendalikan hama Spodoptera exigua dan S. litura di bawah kondisi laboratorium dan semi lapangan dan menentukan jenis serangga inang yang sesuai untuk media perbanyakan secara in vivo yang sesuai. Tujuan dalam tahun 2002 adalah membuktikan kehandalan nematoda tersebut, dalam. mengendalikan hama Spodoptera exigua dan S. litura di bawah kondisi lapangan, dengan melibatkan petani. Kelompok tani di sekitar lahan percobaan dilibatkan agar mereka mengenal teknologi pengendalian hayati dengan nematoda ini. Melalui pelatihan khusus, petani diharapkan mampu mengusahakan sendiri sediaan S. carpocapsae sehingga sediaan yang cukup akan dapat mereka penuhi. Dampak hasil penelitian yang diharapkan adalah dalam jangka panjang ketergantungan petani terhadap pestisida kimia dapat dikurangi. Sebagai alternatifnya mereka mampu mengendalikan hama bawang merah secara hayati antara lain dengan memanfaatkan nematoda S. carpocapsae. Kajian dilakukan di Laboratorium Nematologi dan Laboratorium Pengendalian Hayati, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian UGM, dan sebagian di Balai Penelitian Sayuran (Balitsa) Lembang. Penelitian ini memerlukan empat jenis serangga yakni Spodoptera exigua, S. litura, Corcyra cephalonica dan Tenebrio molitor. Isolat S. carpocapsae diperoleh dari eksplorasi di lahan bawang merah di daerah Pantai Samas, Bantul, pada ketinggian sekitar 2 m dpl. dan lahan cabai di daerah pegunungan Ngipiksari, Pakem, Sleman, pada ketinggian sekitar 800 dpl. Isolasi nematoda ini menggunakan empat jenis larva serangga tersebut di atas sebagai umpan. Isolat lainnya berasal dari laboratorium Fakultas Pertanian USU Medan yang semula dari Perancis dan jenisnya sudah pasti yakni Steinernema carpocapsae, Fakultas Pertanian UNS Solo dan dari Laboratoriurn BPTP Jombang. Perbanyakan Isolat S. carpocapsae secara in vivo dengan media larva serangga (Grewal dan Georgis, 1999) dan bahan organik. Kajian ini menekankan pada jenis serangga inang bahan lain yang terbaik sebagai media pembiakan dan untuk itu terlebih dahulu ditentukan isolat nematoda yang terbaik. Kajian Patogenisitas S. carpocapsae terhadap S. exigua dan S. litura dilakukan di laboratoriurn dengan berbagai tingkat konsentrasi suspensi nematoda. Di ekosistem tanaman bawang merah dapat dijumpai dua jenis Spodoptera spp. yakni S. exigua dan S. litura. Jenis pertama sebarannya lebih banyak di dataran rendah terutama pantai, sedang jenis kedua sejak dari pantai hingga dataran tinggi. Eksplorasi berhasil mendapatkan koloni nematoda entomopatogen. Sebaran nematoda tersebut di lahan tidak merata melainkan mengelompok. Semua nematoda yang didapatkan berasal dari tubuh larva serangga umpan. Keempat jenis larva serangga yang diuji relatif efektif sebagai umpan nematoda tersebut, persentase umpan terserang pada ulat C. cephalonina di tanah lahan cabai hanya 69%, lainnya 100%. Setelah diidentifikasi, isolat nematoda entomopatogen tersebut diduga jenis Steinernema carpocaosae. Dugaan ini masih perlu dikonfirmasi lebih lanjut mengingat acuannya sangat terbatas. Berdasar data mortalitas dan produksi juvenil infektif (JI) tampaknya isolat Solo, Medan dan Jombang, namun semua potensinya tinggi dalam mengendalikan hama sasaran karena mortalitas yang diakibatkan dapat mencapal 90% lebih, setidaknya pada hari ketiga setelah inokulasi yang tidak terlalu dipengaruhi oleh faktor kematian yang lain. Mortalitas pada isolat Solo, Medan dan Jombang masing masing 98, 94 dan 90%, sedangkan produksi JI sebesar 3.171, 4.632 dan 5.338 JI/10 ekor larva inang. Di antara empat jenis larva yang diuji, S. litura merupakan media perbanyakan nematoda S. carpocapsae yang paling sesuai, dan diantara berbagai bahan organik dog food adalah media terbaik. Isolat S. litura yang paling cepat mati diikuti oleh S. exigua, C. cephalonica dan T. molitor, masing masing mortalitasnya 92, 72, 78, dan 64%, sedangkan banyaknya JI yang dihasilkan 8.130, 6.748, 121 dan 3.263 JI/10 ekor larva inang. Di bawah kondisi laboratorium nematoda S. carpocapsae virulensinya cukup tinggi, dapat menimbulkan kematian lebih dari 90% pada konsentrasi relatif rendah. Tampaknya patogensitas nematoda ini dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan ulat S. exigua. Pada hari ke 4 setelah inokulasi, instar ke 1 tampak lebih cepat mati (lebih dari 90%) daripada instar ke 2 (sekitar 50%). Mortalitas pada kepadatan nematoda 50 JI/1,5 ml tampak tidak beda dengan kepadatan 400 31/1,5 ml. Nematoda S. carpocaosae juga cukup virulen terhadap ulat S. litura. Mortalitas ulat hama ini tidak selalu dipengaruhi oleh tingkat konsentrasi suspensi nematoda. Konsentrasi 400 JI/ml hanya menimbulkan kematian 36%, relatif sama dengan konsentrasi 50 JI/ml (37%), sementara itu konsentrasi 200 JI/ml justru menimbulkan kematian 86% dan secara nyata lebih tinggi daripada konsentrasi lainnya. Kehandalan nematoda S. carpocapsae terhadap S. exigua di bawah kondisi semi lapangan belum tampak dan hasil kajian masih perlu konfirmasi lebih lanjut dengan serangkaian percobaan serupa. Hasil kajian menunjukkan bahwa fase tanaman bawang merah yang tepat diinfestasi isolat S. exigua adalah yang berumur 8 10 hari setelah tanam dengan ketinggian sekitar 15 cm dan jumlah daun sekitar 20 daun/rumpun