Incorporating Spirituality and Market: Islamic Sharia Business and Religious Life in Post-New Order Indonesia

Artikel ini membahas tentang transformasi religious kelas menengah Indonesia danhubungannya dengan pertumbuhan pasar syariah pada pasca-Orde Baru di Indonesia.Artikel ini berpendapat bahwa dalam era neoliberal Indonesia, kebangkitan spiritualini sangat memengaruhi ranah ekonomi. Transformasi kesalehan kelas menengahIndonesia menandai munculnya potensi pasar ekonomi baru. Hal itu direspon secaraantusias oleh pasar dengan memproduksi produk yang selektif berisi konten spiritual.Dalam prosesnya, peran para agen gaya hidup spiritual memainkan peranan pentingdalam membantu dan membentuk kelas menengah urban baru ini dalam mengonsumsiIslam untuk menandakan identitas keislaman mereka. Kemudian muncullah perpaduanaktif antara kesalehan Islam dan kapitalisme dalam situasi Indonesia kontemporer.Konsumsi simbolis Islam menjadi sumber baru dari spiritualisme maupun sumber dariidentifikasi religius. Akan tetapi, artikel ini berpendapat bahwa proses ini cenderungmenyederhanakan Islam sebagai ‘prosesi material’ daripada ‘prosesi spiritual’. This article examines the religious transformation of the Muslim middle class and itsrelationship with the growing sharia market in post-New Order Indonesia. It arguesthat in the Indonesian neo-liberal era, this spiritual revival considerably influenced theeconomic realm. The transformation of piety of the Indonesian middle class markedthe emergence of new potential economic markets. It was responded to enthusiasticallyby markets producing selective products with a spiritual content. In its process, therole of spiritual lifestyle agents played a pivotal role in helping and shaping the newurban middle class who consume Islam to mark their Islamic identity. It was then thatthe energetic blending between Islamic piety and capitalism occurred in contemporaryIndonesia. Islamic symbolic consumption becomes a new source of spiritualism as wellas a source of religious identification. However, this article argues that this process tendsto oversimplify Islam as a ‘material process’ rather than a ‘spiritual process’