Perkebunan dan Perdagangan Lada di Lampung Tahun 1816-1942

ABSTRAK Masroh, Laelatul. 2015. Perkebunan dan Perdagangan Lada di Lampung Tahun 1816-1942. Skripsi, Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang.Pembimbing: Dr. Ari Sapto, M. Hum. Kata Kunci: Perkebunan, Perdagangan, Lada, Lampung Lada adalah komoditas unggulan pada abad ke-15 sampai 18.Pencarian lada membuat para penjelajah Eropa mengarungi lautan.Lada merupakan komoditi yang mahal dan paling dicari di pasar Eropa.Lada memiliki banyak fungsi seperti bumbu masakan, pengawet, obat dan diambil minyaknya untuk parfum.Lada memiliki nilai guna yang tinggi sehingga dapat dijadikan alat tukar. Lampung merupakan wilayah yang memproduksi lada hitam terbesar di Hindia Belanda.. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimana kondisi Lampung pada abadke 16; (2) bagaimana perkebunan dan perdagangan lada di Lampung sebelum tahun 1816; (3) bagaimana perkebunan dan perdagangan lada di Lampung tahun 1816 sampai 1942.Metodeda lampene litianini merupakan metode penelitian sejarah yang meliputi heuristik, kritik intern danekstern, interpretasi dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)pada abad ke-16 masyarakat Lampung bekerja pada sektor agraris. Lampung merupakan wilayah yang unik karena memiliki budaya yang berbeda dengan wilayah Sumatera lainnya.Dalam sistem kemasyarakatan dikenal sistem margadanter bagi dalam masyarakat adat peminggir dan pepadun.Lampung memiliki banyak potensi dari aspek geografis, sumber daya alam dan sumber daya manusia.Secara politik pada abad ke-16 berada di bawah kekuasaan Banten.Punyimbang margadi beri mandat untuk menjadi penguasa di Lampung atas restu Sultan Banten; (2) Tahun 1663 Banten menerapkan sistem wajib tanam bagi penduduk Lampung untuk menanam dan memelihara lada 500 batang. Perdagangan lada di Lampung dikuasai oleh Banten, lada yang dijual tidak dikenakan pajak namun untuk harga jualnya ditentukan oleh kerajaan.Kesultanan Banten menganut sistem terbuka, persaingan antar pedagang membuat kesultanan dapat menaikkan harga.VOC berhasil meruntuhkan kedaulatan Kesultanan Banten sehingga dapat memonopoli perdagangan lada di Lampung.VOC menerapkan sistem lerevansi terhadap petani lada.Tahun 1799 VOC bangkrut dan diambil alih oleh pemerintah Belanda.Selama masa transisi Daendels dan Raffles memimpinwilayah Nusantara danmembawaperubahan yang luar biasa terhadap perkebunan dengan penerapan sistem pajak tanah;(3)Tahun 1816 Belanda kembali berkuasa. Kekuasaan Belanda di Lampung berpusat di wilayah Tulangbawang.Perekonomian masyarakat Lampung berbasis pada penjualan lada.Perkebunan lada di Lampung berada di Tulangbawang, Sukadana, Sekampung dan Seputih.Pada masa awal Belanda diterapkan sistem sewa tanah (1816-1830) namungagal.Kemudianditerapkansistemtanampaksa (1830-1870).Petani lada diwajibkan untuk menjual produknya kepada pemerintah melalui kepala-kepala marga.Berlakunya UU Agraria tahun 1870 membuat banyak perkebunan swasta berdiri di Lampung.Perkebunan lada dikelola oleh pribumi dan Cina.Produksi lada setiap tahunnya tidaklah stabil, namun hingga tahun 1930 Lampung mengekspor 76 % lada hitam dari seluruh total ekspor di Hindia Belanda. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran dan perdagangan lada di Lampung yaitu penyakit tanaman, kesalahan dalam mengelola, hama, dan digantikan dengan tanaman ekspor lainnya.Perkebunan membutuhkan karyawan yang terdidik untuk itu muncul sekolah-sekolah di berbagai wilayah di Lampung.Penelitian ini menyimpulkan bahwa perkebunan lada di Lampung telah berkembang sejak sistem ladang sampai sistem perkebunan modern dan bertahan sejak abad ke-16 sampai abad 20. Berdasarkan penelitian ini maka disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perkebunan dan perdagangan lada pada masa kemerdekaan hingga reformasi.Untuk yang akan datang juga perlu dilakukan penelitian mengenai perkebunan-perkebunan lainnya di Lampung pada masa kolonial Belanda dan perkembangannya hingga masa kemerdekaan