Pengembangan Kelembagaan Pelestarian Sapi Madura

Populasi ternak sapi potong di Jawa Timur pada tahun 2016 sebanyak 4.407.807 ekor. Selama kurun waktu tahun 2013-2016 populasi ternak sapi potong di Jawa Timur terus mengalami peningkatan dengan rataan laju peningkatan 3.73 persen setiap tahun (Dinas Peternakan Jatim, 2017). Populasi ternak sapi potong tersebut tersebar di 39 wilayah kota/kabupaten di Jawa Timur. Sedangkan populasi ternak sapi potong di Madura pada tahun 2016 sebanyak 931.112 ekor, dengan rataan laju peningkatan populasi 1.85 persen setiap tahun. Populasi ternak sapi di Madura mencapai sekitar 21.12 persen populasi ternak sapi di Jawa Timur. Namun, peningkatan populasi ternak sapi ini lebih rendah dibanding di Jawa Timur. Informasi ini memberikan indikasi bahwa keragaan produksi ternak sapi di Madura ralatif lebih rendah dibanding di Jawa Timur. Masalahnya, Sapi Madura merupakan salah satu jenis bangsa sapi di Indonesia yang perlu dijaga kemurniannya dan sekaligus perlu dilestarikan, sehingga tidak semua program pembangunan peternakan sebagai upaya peningkatan keragaan produkisi ternak sapi dapat diimplementasikan di Madura. Sebagai contoh, dilarang melakukan perkawinan silang dengan bangsa sapi dari luar sebagai upaya perbaikan keragaan produksi ternak sapi. Situasi ini menimbulkan dilema dalam pembangunan peternakan di Madura. Di satu sisi, persilangan diharapkan mampu meningkatkan keragaan produksi ternak Sapi Madura. Namun disisi lain, perkawinan silang akan menjadi ancaman bagi kelestarian Sapi Madura, terutama apabila perkawinan silang tidak dikontrol dan dikendalikan dengan baik. Namun, fenomena yang terjadi di lapang berbeda, teknologi Inseminasi Buatan (IB) dengan menggunakan semen beku penjantan unggul dari luar telah marak berkembang dikalangan peternak Sapi Madura (Nurgiartiningsih, 2009). Peternak menilai bahwa persilangan merupakan salah satu strategi yang baik untuk meningkatkan keragaan produksi ternak Sapi Madura. Informasi tentang kawin silang ini memberikan petunjuk bahwa telah terjadi perubahan perilaku peternak sapi. Jika kondisi ini terus berkembang dikalangan peternak sapi tentu akan mengancam keberadaan Sapi Madura sebagai salah satu plasma nutfah sapi lokal Indonesia. Dwiyanto dan Setiadi mengatakan bahwa untuk melakukan konservasi Sapi Madura maka perlu ditinjau kembali tentang penetapan wilayah Madura sebagai wilayah pelestarian Sapi Madura sebagai salah satu plasma nutfah sapi lokal Indonesia (Dwiyanto dan Setiadi, 1997). Penetapan wilayah Madura sebagai wilayah pelestarian Sapi Madura perlu diskusi yang intensif untuk mengambil keputusan apakah wilayah pelestarian akan mencakup seluruh wilayah Madura atau akan dilakukan di wilayah tertentu, seperti di Pulau Sapudi. Berdasarkan fenomena di lapang tentang perkembangan kawin silang di Madura, maka perlu dikerjakan upaya untuk mengantisipasi agar Sapi Madura sebagai salah satu plasma nutfah sapi lokal Indonesia tidak punah. Salah satu kegiatan yang perlu segera dikerjakan adalah melakukan kegiatan penelitian tentang kelembagaan pelestarian Sapi Madura. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai basis merumuskan konsep pengembangan kelembagaan pelestarian Sapi Madura dan sekaligus merumuskan kebijakan pembangunan peternakan sapi di Madura. Penelitian ini bertujuan mengkaji kelembagaan pelestarian Sapi Madura, mengkaji faktor penghambat pelestarian Sapi Madura dan menyusun konsep pengembangan kelembagaan pelestarian Sapi Madura. Penelitian dikerjakan dengan menggunakan metoda survai. Pengumpulan data dikerjakan dengan teknik wawancara, observasi partisipasi dan Focus Group Discussion (FGD) serta studi dokumentasi. Jumlah responden 125 peternak sapi yang dipilih dengan teknik purposive random sampling. Instrumen pengumpul data mmenggunakan kuesioner dan pedoman wawancara. Analisis data menggunakan metode deskriptif analitis dan Analithical Hierarchy Process (AHP). Metoda AHP merupakan sebuah kerangka pengambilan keputusan yang efektif guna menyeleseikan persoalan yang komplek (Saaty, 1993). Proses pengambilan keputusan dengan menggunakan metoda AHP ditempuh dengan cara memecah persoalan menjadi bagian-bagian atau variabel yang lebih sempit, kemudian menata bagian-bagian itu menjadi susunan hirarki, kemudian memberi nilai sesuai pertimbangan subjektif peneliti tentang seberapa tingkat kekuatan tiap-tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan. Hasil studi dokumentasi diperoleh informasi bahwa pemerintah telah melakukan langkah penting terkait dengan menjaga dan memelihara kelestarian Sapi Madura, yakni: 1. Pemerintah telah menerbitkan payung hukum, yakni telah menetapkan Sapi Madura merupakan salah satu rumpun sapi lokal Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pertanian menerbitkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 3735/Kpts/HK.040/11/2010 tentang Penetapan Sapi Madura sebagai Rumpun Ternak Lokal Indonesia. 2. Pemerintah dalam rangka perbaikan mutu genetik ternak lokal dan untuk melindungi sumberdaya genetik ternak lokal Sapi Madura agar tidak musnah, melalui Kementerian Pertanian menerbitkan standar mutu bibit Sapi Madura, yakni SNI 7651.2:2013/ Badan Standarisasi Nasional ICS 65.020.30 tentang Penetapan SNI Sapi Madura. SNI Sapi Madura ditetapkan dengan maksud untuk menjadi pedoman dalam penyelenggaraan usaha peternakan Sapi Madura. 3. Berdasarkan pertimbangan aspek kebijakan, ketersediaan sumber daya, sosial-ekonomi dan teknis, maka pemerintah menetapkan tiga lokasi pemurnian dan pembibitan sapi, yakni di Pulo Raya, wilayah Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi NAD untuk Sapi Aceh; Pulau Sapudi, wilayah Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur untuk Sapi Madura; Pulau Nusa Penida, wilayah Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali untuk Sapi Bali (Keputusan Direktur Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan, Nomor: 18020/Kpts/PD.420/F2.3/02/2013, tanggal 18 Februari 2013). Tiga pulau ini telah ditetapkan sebagai suatu wilayah pelestarian dan sekaligus sebagai sumber bibit ternak sapi untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi, yakni Sapi Aceh, Sapi Madura dan Sapi Bali. Selain itu diharapkan dalam jangka panjang, masing-masing wilayah tersebut mampu menyediakan bibit ternak sesuai SNI secara berkelanjutan. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa kelembagaan pelestarian Sapi Madura telah mengalami perkembangan yang baik namun secara umum kelembagaan pelestarian masih cenderung mengatur tentang kewajiban peternak sapi, belum mengatur hak peternak sapi. Tujuan penetapan wilayah pembibitan ternak sapi ini adalah (1) memfasilitasi sarana perbibitan, (2) meningkatkan pengetahuan/keterampilan (kompetensi) pembibitan, (3) membentuk kelompok peternak sebagai calon kelompok pembibit, (4) menumbuhkan dan menstimulasi peternak secara individu maupun kelompok peternak dalam menerapkan pemurnian dan prinsip-prinsip pembibitan, (5) menumbuhkan Pulo Raya, Pulau Sapudi, Pulau Nusa Penida sebagai wilayah sumber bibit. Berdasarkan tujuan tersebut diharapkan para peternak sapi di Pulo Raya, Pulau Sapudi, dan Pulau Nusa Penida, baik secara individu maupun secara berkelompok akan menerapkan prinsip-prinsip permurnian dan pembibitan ternak sapi. Selain itu, dimasa mendatang, dalam jangka panjang, masing-masing wilayah tersebut diharapkan mampu menyediakan bibit ternak sesuai SNI secara berkelanjutan. Berdasarkan hasil kajian tentang perkembangan kelembagaan pelestarian Sapi Madura dan penilaian peternak sapi terhadap usaha peternaan Sapi Madura terkait event budaya masyarakat Madura dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mendorong perilaku peternak sapi dalam pelestarian Sapi Madura meliputi: 1. Penetapan rumpun Sapi Madura, yakni Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 3735/Kpts/HK.040/11/2010 tentang Penetapan Sapi Madura sebagai Rumpun Ternak Lokal Indonesia; 2. Penetapan SNI Sapi Madura, yakni Surat Keputusan Kementerian Pertanian menerbitkan standar mutu bibit Sapi Madura, yakni SNI 7651.2:2013/ Badan Standarisasi Nasional ICS 65.020.30 tentang Penetapan SNI Sapi Madura; 3. Keputusan Dirjen Peternakan Dan Kesehatan Hewan, Nomor: 18020/Kpts/PD.420/F2.3/02/2013, tanggal 18 Februari 2013 tentang penetapan Pulau Sapudi sebagai wilayah perbibitan Sapi Madura; 4. Event budaya masyarakat Madura membutuhkan Sapi Madura untuk kegiatan Kerapan Sapi dan kontes Sapi Sonok. Berdasarkan hasil kajian diperoleh informasi bahwa faktor yang menghambat pelestarian Sapi Madura meliputi: 1. Peternak sapi menilai bahwa penampilan Sapi Madura makin lama cenderung semakin menurun, penampilan Sapi Madura cenderung lebih kecil; 2. Peternak sapi menilai bahwa penampilan sapi hasil persilangan dengan pejantan bangsa sapi dari luar Madura lebih besar dibanding penampilan Sapi Madura; 3. Peternak sapi menilai bahwa perkawinan silang merupakan cara yang paling baik untuk meningkatkan penampilan Sapi Madura; 4. Peternak sapi lebih suka memelihara ternak sapi hasil perkawinan silang dengan bangsa pejantan sapi dari luar Madura; 5. Peternak sapi menilai bahwa pada umur yang sama, harga sapi hasil persilangan lebih mahal dibanding harga Sapi Madura Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan: 1. Penetapan kelembagaan pewilayahan pembibitan dan pemurnian merupakan strategi yang baik dalam rangka pelestarian Sapi Madura, namun secara umum kelembagaan pelestarian cenderung mengatur kewajiban peternak dan belum mengatur hak peternak; 2. Faktor yang merupakan penghambat pelestarian Sapi Madura, meliputi: a. Peternak merasa bahwa nilai ekonomi ternak Sapi Madura masih relatif rendah dibanding nilai ekonomi ternak sapi hasil persilangan; b. Insentif ekonomi yang diterima peternak sapi yang mengelola usaha peternakan Sapi Madura tidak berbeda dengan peternak sapi yang mengelola usaha peternakan sapi silangan; 3. Penetapan kelembagaan insentif ekonomi sebagai perangsang produksi peternakan dibutuhkan dalam rangka pelestarian Sapi Madura Saran yang perlu disampaikan sehubungan dengan kesimpulan kajian pengembangan kelembagaan pelestarian Sapi Madura, meliputi: 1. Pemerintah perlu mengalokasi dana sebagai perangsang produksi guna meningkatkan partisipasi peternak dalam pelestarian Sapi Madura; 2. Implementasi kelembagaan insentif ekonomi sebagai salah satu bentuk pengembangan kelembagaan pelestarian Sapi Madura diperlukan guna meningkatkan partisipasi peternak dalam pelestarian Sapi Madura; 3. Penetapan secara periodik indeks ratio bobot hidup pedet sapi silangan dan pedet Sapi Madura pada umur lepas sapih dan harga bibit Sapi Madura dibutuhkan sebagai basis penetapan insentif ekonomi pelestarian Sapi Madura