Isolasi dan Karakterisasi Komponen Minyak Atsiri Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria Berg. Roscoe) serta Uji Toksisitasnya terhadap Artemia salina Leach

Pemanfaatan bahan alam sebagai obat saat ini mulai berkembang karena adanya gerakan kembali ke alam dan rendahnya efek samping yang ditimbulkan. Temu putih merupakan salah satu tanaman obat dari famili Zingiberaceae yang telah digunakan oleh masyarakat. Walaupun tanaman temu putih telah digunakan, pemanfaatan temu putih kurang begitu populer bila dibandingkan dengan lima jenis tanaman dari famili Zingiberaceae yang umum yaitu kunyit ( Curcuma longa L.), lengkuas ( Languas galangal (L.) Stuntz.), kencur ( Kaempferia galanga L.), lempuyang ( Zingiber aromaticum Val.) dan bengle ( Z. purpureum Roscoe) sehingga perlu dilakukan penelitian yang mendalam untuk mengetahui pemanfaatan dari tanaman ini secara lebih luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komponen penyusun minyak atsiri rimpang temu putih, pengaruh metode dan waktu penampungan distilat terhadap komposisi komponen dan uji toksisitasnya terhadap Artemia Salina Leach . Isolasi minyak atsiri rimpang temu putih dilakukan dengan dua metode yaitu distilasi air dan uap dan distilasi uap dengan waktu pengambilan distilat selama 5 jam dan fraksinasi penampungan distilat pada jam ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, dan ke-5. Karakterisasi minyak atsiri dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan fase diam silika gel F 254 dengan eluen benzen-etil asetat (19:1), dan kromatografi gas-spektroskopi massa (KG-SM). Karakterisasi dari minyak atsiri hasil distilasi uap dan distilasi air dan uap menggunakan KLT menghasilkan 7 noda berwarna. Karakterisasi menggunakan KG-SM menunjukkan bahwa komponen minyak atsiri rimpang temu putih hasil distilasi air dan uap selama 5 jam adalah kamfor (28,64 %), isobornil alcohol (9,70 %), furanodienon (4,79 %), borneol (3,65 %), furanodien (3,43 %), dan germakren D (1,74 %), sedangkan komponen minyak hasil distilasi uap selama 5 jam adalah kamfor (49,51 %), isobornil alkohol (12,66 %), borneol (4,23 %), furanodien (3,61 %), furanodienon (3,49 %). 1,8-sineol (3,42 %), kamfen (2,28 %), β-pinen (1,75 %), germakren D (1,19 %), dan 2-nonanon (0,76 %). Komponen utama dari minyak atsiri rimpang temu putih pada penelitian ini adalah kamfor, yang dihasilkan dengan kadar tertinggi pada minyak atsiri hasil distilasi uap pada waktu pengambilan distilat jam ke-3 ( 50,71 %). Minyak atsiri rimpang temu putih pada fraksi 5 hasil distilasi uap memiliki toksisitas terbesar dengan nilai LC 50 sebesar 3,25 ppm (v/v) dengan komposisi komponen terdiri atas furanodienon (10,94 %), furanodien (5,78 %), kamfor (4,37 %), isobornil alkohol (2,51 %), kamfen (0,62 %), dan β-pinen (0,47 %). Senyawa yang diduga berkontribusi dan bersinergi dalam toksisitas adalah furanodien dan furanodienon