Penentuan Hidrograf Banjir dengan Menggunakan SIMODAS (Studi Kasus di Pulau Sabu, NTT)

Debit banjir sungai merupakan indikator dari kemampuan suatu DAS untuk menampung dan mengalirkan air hujan. /Selama ini telah banyak dikembangkan model empiris untuk memperkirakan besarnya debit banjir, diantaranya adalah model hidrograf satuan sintesis (HSS). Model hidrograf satuan yang telah dikembangkan diantaranya adalah HSS Snyder, /HSS Nakayasu dan HSS Gama I. Kondisi DAS di Indonesia adalah khas, sehingga tidak semua cara dan konsep dapat digunakan untuk memecahkan masalah hidrologi. Hal tersebut memungkinkan setiap DAS untuk memperkirakan besarnya debit banjir dengan metode yang berbeda (Sri Harto,1993). Sehingga diperlukan suatu model hidrologi yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya debit banjir pada suatu DAS. Penggunaan model hidrologi sebar keruangan memungkinkan untuk memprediksi proses-proses hidrologi dan hidraulik pada berbagai tempat dalam DAS dan/atau daerah banjir dan pada kejadian banjir atau waktu tertentu (Sutanhaji,2005) . SIMODAS adalah perangkat lunak yang dapat digunakan sebagai sistem informasi dan model hidrologi untuk pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Perangkat lunak ini dikembangkan dengan mengintegrasikan model hidrologi sebar keruangan dan Sistem Informasi Geografi (SIG). Penelitian ini bertujuan untuk menduga hidrograf banjir dengan menggunakan SIMODAS kemudian membandingkan hasil hidrograf SIMODAS dengan metode hidrograf satuan sintetis nakayasu dan metode hidrograf satuan sintetis snyder. DAS Lokotenihawu didapatkan debit puncak yang sama pada tiap metode setelah dikalibrasi dengan hidrograf satuan pengamatan yaitu sebesar 9,322 m3/detik. Sedangkan volume untuk masing-masing metode adalah : hidrograf satuan sintetis nakayasu sebesar 298.800 m3, hidrograf satuan sintetis snyder sebesar 388.800 m3 dan hidrograf SIMODAS 338.400 m3. Pada DAS Lokoamadawudu debit puncak hidrograf satuan sintetis snyder yaitu sebesar 7,185 m3/detik dengan volume sebesar 277.700 m3. Hidrograf satuan sintetis nakayasu memiliki debit puncak sebesar 6,903 m3/detik dengan volume sebesar 213.300 m3. Sedangkan hidrograf SIMODAS memiliki debit puncak sebesar 6,455 m3/detik dengan volume sebesar 201.600 m3. Pada DAS Lokohego debit puncak tertinggi dimiliki oleh metode hidrograf nakayasu yaitu sebesar 5,570 m3/detik, pada metode ini terlihat bahwa waktu puncak juga berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan metode hidrograf yang lain dengan volume sebesar 108.000 m3. Hidrograf satuan sintetis snyder memiliki debit puncak sebesar 4,167 m3/detik dengan volume sebesar 266.400 m3. Sedangkan hidrograf SIMODAS memiliki debit puncak sebesar 3,946 m3/detik dengan volume sebesar 275.400 m3. Berdasarkan hasil uji penyimpangan ordinat antara hidrograf observasi dengan hidrograf satuan sintetis serta SIMODAS diketahui bahwa hidrograf dengan Metode SIMODAS mempunyai penyimpangan terkecil sebesar 4,33 %. Sehingga hidrograf metode SIMODAS merupakan metode yang paling mendekati keadaan lapang