Studi Evaluasi Penyerahan Pengelolaan Irigasi (PPI) kepada HIPPA di Jaringan Irigasi Pakis Kabupaten Malang

Undang-undang No.7 tahun 2004 tentang sumberdaya air dan ditindaklanjut dengan PP No. 20 tahun 2006 tentang irigasi (sebagai pengganti PP No.77 tahun 2001) bahwa setiap jaringan irigasi nantinya akan diserahkan pengelolaannya kepada petani pemakai air yang terhimpun dalam Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA). Jaringan irigasi Pakis Kabupaten Malang yang telah diserahkan pengelolaannya pada tahun 2001 dan sudah saatnya untuk di evaluasi kinerja dari pengelolaan irigasi tersebut. Evaluasi kinerja meliputi tiga aspek yaitu, organisasi, teknis dan keuangan Maksud dari evaluasi kinerja penyerahan pengelolaan irigasi di jaringan irigasi Pakis adalah untuk meneliti kondisi pelakasanaan PPI di jaringan irigasi Sumber Rejeki, dan untuk memberi informasi yang akurat tentang keberadaan dan kondisi masyarakat petani kepada pemerintah Sedangkan tujuan dari evaluasi kinerja dari penyerahan irigasi di jaringan irigasi Pakis adalah untuk mengetahui masih layak atau tidaknya jaringan irigasi Pakis tersebut untuk tetap dikelola oleh HIPPA sesuai persyaratan dan hukum-hukum yang ada. Metode penelitian bersifat deskriptif dan penelitian lapangan daerah kajian. Data-data dikumpulkan melalui penelusuran dan penyebaran kuisioner. Data-data dari penelusuran digunakan untuk menghitung nilai Anggaran Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan (AKNOP) selama satu tahun yang nantinya akan menentukan tarif Iuran Pelayanan Air Irigasi (IPAIR) yang harus dibayar oleh petani. Sedangkan data-data hasil kuisioner digunakan untuk menentukan sisa hasil tani. Untuk mengetahui apakah sisa hasil tani di masing-masing desa sama atau berbeda secara nyata maka perlu dilakukan uji homogenitas yaitu dengan metode analisa varian dan dilakukan uji F dengan selang kepercayaan 5%. Dari besarnya nilai IPAIR dan sisa hasil tani dapat diketahui tingkat kemempuan petani dalam membayar iuran pelayanan air irigasi dan besarnya dana pendamping yang harus ditanggung oleh pemerintah. Kondisi organisasi HIPPA jaringan irigasi Pakis secara administrasi tidak berkembang dan belum mencapai harapan akan tetapi kenyataan di lapang sudah terlihat adanya koordinasi yang baik antar petani. Sedangkan kondisi fisik jaringan irigasi Pakis pasca PPI hasil penelusuran banyak mengalami kerusakan sehingga diperoleh nilai AKNOP yang cukup besar yaitu Rp.251.400.000,00/th. Besarnya nilai AKNOP berpengaruh pula terhadap tarif IPAIR yang harus dibayarkan oleh petani yaitu sebesar Rp. 159.700,00/ha/th. Prosentase petani yamg mampu membayar IPAIR hanya sebesar 44,89% dan prosentase yang tidak mampu membayar IPAIR lebih dari 50% dari jumlah sampel petani pemakai air. Sedangkan besarnya dana pendamping yang harus dibayarkan oleh pemerintah adalah sebesar Rp.159.015.000,00. Kinerja dari HIPPA/ Gabungan HIPPA yang ditinjau dari beberapa aspek berdasarkan stadart penilaian dari Dinas Pengairan Kabupaten Malang dan ditunjukkan dengan nilai tertimbang. Nilai tertimbang jaringan irigasi Pakis sebesar 8,99 dan termasuk pada jaringan irigasi yang mempunyai tingkat kesiapan kurang siap /cukup. Berdasarkan penilaian tiap-tiap parameter dapat diambil kesimpulan bahwa HIPPA/Gabungan HIPPA Sumber Rejeki telah gagal dan tidak layak untuk meneruskan mengelola jaringan irigasi pakis sehingga menurut ketentuan PP No. 77 tahun 2001 dan PP No. 20 tahun 2006 tentang irigasi maka pengelolaan jaringan irigasi harus diambil alih oleh Pemerintah (Dinas Pengairan Kabupaten Malang).Kegagalan pengelolaan jaringan irigasi Pakis disebabkan oleh tiga faktor utama yang saling berkaitan satu dengan yang lain, antara kinerja Gabungan HIPPA Sumber Rejeki, Pemerintah (Dinas Pengairan Kabupaten Malang) dan petani pemakai air