Analisis Kestabilan Peralihan pada Sistem Transmisi High Voltage Direct Current (HVDC),

Indonesia adalah negara berpenduduk terpadat nomor empat di dunia. Pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat tiap tahunnya menuntut persediaan kebutuhan energi listrik yang semakin besar. Untuk penyaluran energi listrik, dibutuhkan suatu sistem tenaga listrik yang terintegrasi dengan baik. Energi listrik mulanya diproduksi dari pembangkit tenaga listrik yang letaknya jauh dari beban. Energi listrik mengalami rugi-rugi yang signifikan pada saluran transmisi. Pada saluran transmisi tentunya juga tidak terlepas dari gangguan. Gangguan pada saluran transmisi dapat menyebabkan sistem memasuki keadaan peralihan. Jika yang terjadi adalah gangguan yang besar, maka kestabilan sistem dapat terganggu. Kerja paralel antar generator menjadi tidak serempak atau sinkron satu sama lain. Penelitian ini membahas tentang kestabilan peralihan sistem transmisi HVDC & transmisi AC. Hal ini dilakukan untuk menentukan, sistem mana yang lebih stabil ketika terjadi gangguan. Simulasi dilakukan pada Sistem Transmisi Jawa Bali 500 kV pada 2 kondisi, yaitu Pembebanan 100% dan 70%. Sistem Transmisi HVDC yang diuji ada 2 jenis, yaitu Monopolar Link dan Bipolar Link. Semua simulasi diberi gangguan yang sama, yaitu gangguan pada Bus 26 selama 0.1 detik. Hasil dari simulasi ini yaitu melihat respon sudut rotor generator 26 dan sudut rotor generator 11, sebelum dan saat terjadi gangguan. Pada pembebanan 100 %, sistem yang menggunakan saluran transmisi Bipolar HVDC hanya mengalami kenaikan 51.8514o. Sistem yang menggunakan saluran transmisi Monopolar HVDC senilai 76.7310o. Sistem yang menggunakan saluran transmisi AC senilai 100.5043o. Transmisi Bipolar HVDC memiliki kenaikan sudut rotor yang lebih rendah dibandingkan transmisi Monopolar HVDC maupun transmisi AC. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Saluran Transmisi HVDC dapat menambah kestabilan peralihan sistem tenaga listrik