Pola Ruang Tanggap Terhadap Bencana Letusan Gunung Kelud di Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang

Letusan terakhir Gunung Kelud yang terjadi pada tanggal 13 Februari 2014 menyebabkan Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang menjadi salah satu wilayah yang memiliki tingkat kerusakan paling parah akibat letusan Gunung Kelud. Dampak yang terjadi akibat bencana letusan Gunung Kelud, mencakup kerugian secara fisik dan materi serta korban manusia. Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang mengamanatkan bahwa dalam perencanaan tata ruang kabupaten/kota harus mengidentifikasi kawasan rawan bencana. Sedangkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Malang 2010-2030 belum mengidentifikasi secara detail terkait pembahasan mengenai Kawasan rawan bencana letusan gunung berapi di Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan adanya upaya untuk menyusun pola ruang yang berbasis mitigasi bencana yang dilakukan melalui penataan ruang kawasan yang rawan terhadap letusan Gunung Kelud. Tahap penilaian dalam penelitian ini menggunakan analisis kerentanan dengan perhitungan yang berdasarkan tingkat kerentanan kawasan (ekonomi, sosial, fisik dan lingkungan) serta analisis resiko bencana. Hasil dari analisis kerentanan dan analisis resiko dilanjutkan dengan melakukan overlay antara analisis pola ruang sebelum dan sesudah bencana dengan analisis resiko. Diketahui dari hasil analisa resiko bencana, terdapat 2 (dua) desa yang memiliki tingkat resiko bencana tinggi, yaitu sebagian Desa Pandansari dan sebagian Desa Pagersari yang memiliki resiko tinggi terhadap bencana. Sedangkan mitigasi untuk pola ruang di wilayah dengan KRB I dan KRB II dengan resiko rendah dan sedang dapat dikembangkan menjadi kawasan budidaya dan berbagai infrastruktur penunjang dengan pengembangan lahan khususnya kawasan permukiman untuk dibatasi, dengan menjauhi kawasan di sekitar KRB II dan III, dan untuk pola ruang yang terdapat di kawasan dengan resiko tinggi, penetapan kawasannya berubah menjadi kawasan lindung geologi yang dalam penentuan pola ruang di kawasan tersebut tidak layak untuk dibangun, dan menjadi kawasan lindung sepenuhnya dan dengan pengembangan terbata