Sanggar Kegiatan Belajar Anak Tidak Sekolah dan Anak Putus Sekoalh di Krangasem, Bali

Salah satu permasalahan bangsa Indonesia saat ini adalah masalah kemiskinan, dalam artian rendah daya saing di bidang ekonomi dan sosial. Secara ekonomi masyarakat miskin mempunyai pendapatan yang sangat rendah sehingga daya beli juga rendah, sedangkan secara sosial pendidikan dan derajat kesehatannya rendah. Menurut data Biro Pusat Statistik (Agustus 2006), angka kemiskinan di Indonesia masih cukup besar, yaitu sekitar 40 juta jiwa. Bank dunia memiliki perkiraan yang jauh lebih fantastis. Jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 109 juta (49 persen), jika kemiskinan didefinisikan penghasilan dibawah 2 dolar AS per hari (sekitar 400 ribu per bulan),(Republika 2006). Salah satu dampak dari kemiskinan yang melanda Indonesia adalah rendahnya derajat pendidikan terutama di daerah-daerah pelosok Indonesia. Faktor ekonomi menjadi salah satu alasan anak-anak untuk tidak melanjutkan sekolah ataupun putus sekolah. Salah satunya adalah di Kabupaten karangasem sekitar 8.741 anak yang tidak lulus wajib belajar sembilan tahun seperti yang diprogramkan pemerintah. Mengingat pentingnya pendidikan baik formal maupun informal bagi anak-anak yang merupakan awal dari pembentukan karakter dan pemberian keterampilan dasar maka sudah semestinya permasalahan ini mendapatkan pemikiran ekstra dari pemerintah, LSM yang bergerak di bidang pendidikan dan masyarakat seluruhnya, karena hal ini merupakan tanggung jawab bersama Namun pembinaan anak putus sekolah dan anak tidak sekolah tidaklah segampang membalikkan telapak tangan karena mereka mempunyai karakteristik yang berbeda dengan anak pada umumnya. Latar belakang kehidupan mereka membentuk mereka menjadi anak yang mempunyai perilaku berbeda dengan anak umumnya. Maka dari itu dirancang sebuah tempat pendidikan dan pelatihan sebagai wadah pembinaan yang sesuai dengan karakteristik, dan latar belakang kehidupan mereka melalui pendekatan perilaku