Analisis Daya Saing Ekspor Kepiting Di Pasar Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan barang – barang dari suatu negera, ke lain negera di luar batas negara. Setiap negara berbeda dengan negara lainnya ditinjau dari sudut sumber alamnya, iklim, letak geografis, penduduk, keahlian, tenaga kerja, keadaan struktur ekonomi dan sosialnya. Perbedaan – perbedaan itu menimbulkan pula perbedaan barang yang dihasilkan, biaya yang diperlukan, serta mutu dan kuantumnya. Kerana itu adanya negara yang lebih unggul dan lebih istimewa dalam memproduksi hasil tertentu (Amir, 1984). Pertumbuhan ekspor Indonesia mulai tahun 2010 hingga tahun 2014 memiliki nilai ekspor migas dan non migas yang bervariatif seperti yang terdapat pada Tabel 1. Rata – rata ekpsor migas dan non migas selama periode 2010 – 2014 sebesar 18,51% dan 81, 49%, yang mengartikan ekspor non migas adalah penyumbang devisa terbesar untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia, sedangkan migas hanya menyumbang devisa sebesar 18,51% untuk perekonomian Indonesia. Komoditi Kepiting merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiiki nilai ekspor penting bagi Indonesia. Dapat dilihat bahwa permintaan kepiting di pasar global meningkat setiap tahunnya. Seperti pada tahun 2010 volume ekspor kepiting sebesar 21.537 ton, lalu naik ditahun 2011 menjadi 23.089 ton dan pada tahun 2012 sampai 2013 mengalami kenaikan yang signifikan yaitu 28.212 ton pada tahun 2012 dan 34.17 ton pada tahun 2013, namun pada data sementara di tahun 2014 mengalami penurunan volume ekspor kepiting sebesar 28.091 ton. Berdasarkan hasil perhitungan Herfindahl Index (HI) dan Concentratio Ratio (CR) selama 10 tahun didapatkan kepiting segar dipasar internasional memiliki struktur pasar Monopolistik dengan pemimpin kekuatan pasar oligopoly konsentrasi sedang. Pada kepiting beku dan kepiting olahan di pasar internasional memiliki struktur pasar yang sama yaitu monopolistik dengan pemimpin kekuatan pasar oligopoli kuat. Berdasarkan hasil Revealed Comparative Advantage (RCA), kepiting segar, kepiting beku dan kepiting olahan Indonesia selama 2005 hingga 2014 memiliki daya saing komparatif yang cukup tinggi karena memiliki indeks RCA yang lebih dari satu. ii Hasil analisis keunggulan kompetitif dengan menggunakan Teori Berlian Porter menyatakan kepiting Indonesia memiliki keunggulan kompetitif pada kuantitas sumberdaya manusia, sumberdaya modal, permintaan yang melebihi penawaran di penjualan domestik, jumlah permintaan ekspor yang terus meningkat tiap tahunnya terdapatnya kesempatan untuk melakukan pengembangan kepiting Indonesia dan bantuan pemerintah. Namun, kepiting Indonesia memiliki kelemahan kompetitif dari segi kualitas sumberdaya alam, kualitas sumberdaya manusia, sumberdaya infrasturktur yang masih sedikit, dukungan dari industri terkait dan industri pendukung yang minim, belum adanya strategi bersaing yang inovatif, adanya persaingan yang ketat. Berdasarkan hasil perhitungan Indeks Spesialisasi Perdagangan kepiting segar Indonesia sudah berada ditahap kematangan dalam mengekspor kepiting segar dengan rata – rata nilai ISP tahun 2005 hingga tahun 2014 sebesar 9.88, dan menandakan bahwa kepiting segar memiliki daya saing yang sangat baik. Pada kepiting beku Indonesia memiliki rata – rata ISP sebesar 0,4 yang menandakan masih berada di tahap pertumbuhan dan memiliki daya saing yang baik. Dan pada kepiting olahan memiliki rata – rata ISP sebesar 0.97 yang menandakan bahwa kepiting olahan sudah mencapai tahap kematangan dalam mengekspor. Ini menadakan bahwa Indonesia adalah negara yang cenderung melakukan ekspor daripada impor kepiting