Studi Ekosistem Mangrove Sebagai Penunjang Restorasi Di Kawasan Pesisir Teluk Waworada, Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat

Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan atau pulau-pulau kecil, dan merupakan potensi sumber daya alam yang sangat potensial. Huatn mangrove memiliki nilai ekonomis dan ekologi yang tinggi, tetapi sangat rentan terhadap kerusakan apabila kurang bijaksana dalam mempertahankan, melestarikan dan pengelolaannya. Menurut data penelitian yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Dodokan Moyosari Nusa Tenggara Barat bahwa luasan kawasan mangrove di Bima pada tahun 1999 yaitu seluas 3.356,19 Ha dan pada tahun 2006 mengalami penurunan luasan sebesar 861,68 Ha. Meningkatnya tambak warga dan tidak adanya pengaturan batasan antara kawasan tambak dengan kawasan mangrove di Teluk Waworada, maka perlu dilakukannya studi pada kawasan mangrove untuk mengetahui dampak kerusakannya. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui tingkat kerusakan kawasan mangrove, tingkat sebaran mangrove dan pengelolaan yang berbasis restorasi pada kawasan ekosistem mangrove di pesisir Teluk Waworada, Kabupaten Bima, NTB. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kelompok dengan aspek-aspek yang diteliti diantaranya; ekologi, masyarakat, dan pengelolaan. Pengambilan data ketiga aspek ini dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer dengan melakukan wawancara, dokumentasi dan observasi (data fisik mangrove, suhu, salinitas, pH, dan DO). Sedangkan data sekunder didapatkan dari literatur penunjang, data dari instansi terkait (data pasang surut, abrasi dan curah hujan), dan data citra Landsat 7 dan Landsat 8. Lokasi stasiun ditentukan berdasarkan pada wilayah mangrove yang berdekatan dengan aktivitas masyarakat pesisir Teluk Waworada, karena kawasan mangrove rentan terhadap gangguan. Sehingga didapatkan dua kawasan mangrove yang paling banyak dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat pesisir. Pada masing-masing kawasan ditempatkan tiga stasiun. Sehingga total jumlah stasiun pengamatan pada penelitian ini yaitu terdapat enam stasiun pengamatan. Hasil dari penelitian ini yaitu antara lain; Tingkat kerapatan vegetasi mangrove fase pohon di kawasan pesisir Teluk Waworada masuk dalam kategori jarang dengan rata-rata tingkat kerapatan sebesar 916 Ind/Ha. sedangkan tingkat kerapatan vegetasi mangrove fase semai dan belta masuk dalam kategori lebat dengan rata-rata tingkat kerapatan sebesar 25.555 Ind/Ha (Semai) dan 4.000 Ind/Ha (Belta). Tingkat sebaran vegetasi mangrove di kawasan pesisir Teluk Waworada pada Tahun 2000, 2008 dan 2016 yaitu antara lain; Pada Tahun 2000 sebaran vegetasi mangrove seluas 312,57 Ha, Tahun 2008 seluas 307,89 Ha dan pada Tahun 2016 seluas 378,45 Ha. Terhitung dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2016 telah terjadi penambahan luasan sebaran mangrove di pesisir Teluk Waworada yaitu sebesar 65,88 Ha. vi Menurut hasil analisis SWOT didapatkan peringkat 3 besar sebagai prioritas utama rencana strategi dalam upaya restorasi ekosistem mangrove di Teluk Waworada yang dapat diterapkan, yaitu antara lain; Membuat rencana pengelolaan pada kawasan mangrove di pesisir Teluk Waworada (Skor 3,676). Melakukan pengawasan dan penegakan hukum pada kawasan mangrove di Teluk Waworada (Skor 3,390). Dan memberikan sosialisasi terkait pengelolaan ekosistem mangrove kepada masyarakat pesisir dan training kepada POKMASWAS (Skor 2,514)