Perbedaan Laju Pertumbuhan Larva Lalat Musca domestica pada Bangkai Tikus Rattus Norvegicus Strain Wistar yang Terpapar Ephedrine Dosis Toksik dan yang Tidak Terpapar.

Ephedrine cukup sering disalahgunakan sebagai dopping, stimulant dan halusiongen. Penyalahgunaan Ephedrine menyebabkan takikardi, kejang, nausea, muntah, insomnia, stroke, infark miokard hingga kematian. Kematian adalah berhentinya fungsi spontan pernapasan dan jantung yang irreversible ditambah bukti kematian batang otak. Salah satu cabang ilmu kedokteran untuk mengungkap kasus kematian tidak wajar adalah entomologi forensik. Aplikasi penting dari entomologi forensik adalah untuk memperkirakan waktu kematian melalui Post Mortem Interval (PMI) melalui umur larva lalat yang ditemukan pada jenazah. Pertumbuhan larva lalat dipengaruhi oleh suhu lingkungan, makanan, kelembapan, intensitas cahaya, dan kontaminan. Penelitian eksperimental ini menggunakan media dua bangkai tikus dengan berat rata-rata 200 gram. Tikus pertama diberikan ephedrine dosis toksik 120 miligram peroral (LD50 = 600 mg/kgBB) lalu dimatikan dengan dislokasi servikal. Tikus kedua dibunuh dengan cara dislokasi servikal. Kedua bangkai ini dimasukkan 2 kandang yang telah berisi masing-masing 50 lalat Musca domestica. Dilakukan pengamatan setiap 12 jam mulai dari larva lalat stadium satu sampai lalat dewasa. Setiap media tumbuh diambil 10 larva secara acak setiap hari untuk diukur panjang dan berat serta durasi pertumbuhannya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan larva pada media dengan kandungan ephedrine berbeda secara signifikan dibandingkan pertumbuhan larva pada media tanpa kandungan ephedrine. Berat badan larva pada media tumbuh dengan kandungan ephedrine lebih besar dibandingan dengan larva lalat tanpa kandungan ephedrine dan durasi pencapaian stadium lebih cepat sejak hari ke-4 sore post paparan (p ≤ 0,05, Independent T-test). Hasil penelitian ini menunjukkan bahw