Kepentingan Nasional Indonesia Dalam Meratifikasi Asean Agreement On Transboundary Haze Pollution Pada Tahun 2014

Berawal dari kasus kebakaran hutan terbesar di Asia Tenggara pada tahun 1998-1999, sejak saat itu hingga 2014 kebakaran hutan dan lahan selalu terjadi di Indonesia setiap tahun. Intensitas kebakaran mulai dari skala kecil, menengah bahkan dalam skala besar. Indonesia menjadi salh satu negara yang paling bertanggung jawab atas menyebarnya polusi asap ke beberapa wilayah di Asia Tenggara. ASEAN THPA menjadi perjanjian legal binding pertama di kawasan untuk selesaikan polusi asap lintas batas. Selama lebih dari satu dekade sejak 2003 Indonesia tidak melakukan ratifikasi terhadap ASEAN THPA. Absennya Indonesia dari proses ratifikasi telah menimbulkan begitu banyak masalah seperti; tidak diperhitungkannya suara Indonesia dalam forum lingkungan di ASEAN, semakin ruhmitnya hubungan Indonesia dengan negara tetangga dan banyak lagi. Namun, secara tiba-tiba pada tahun 2014 Indonesia melakukan ratifikasi terhadap ASEAN THPA yang memperlihatkan bahwa ada kepentingan yang ingin dicapai Indonesia. Dalam penelitian ini, penulis menemukan bahwa keputusa Indonesia untuk melakukan ratifikasi memang menunjukan kepeningan nasionalnya, namun tidak semua variabel terbukti dalam pelitian ini. Penulis menggunakan konsep Kepentingan Nasional yang digagas oleh K.J. Holsti. Penulis menemukan bahwa rentetan masalah pencaplokan dan klaim terhadap wilayah Indonesia karena alasan SDA dan letak strategis wilayah sudah membuat Indonesia merasa harus melindungi territory-nya sebagai bentuk kepentingan inti. Kepentingan jangka menengah juga ditunjukan oleh Indonesia untuk perbaikan ekonomi, peningkatan prestis dan upaya memperluas pengaruh. Namun, dalam penelitian ini tidak ada kepentingan jangka panjang yang ditunjukan oleh Indonesia