Pola Hubungan Eksekutif-Legislatif Di Tingkat Lokal (Studi Kasus Penyusunan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Pembangunan Kotabaru Lampung)

Penelitian ini berfokus untuk mengkaji bagaimana pola hubungan eksekutif dan legislatif di Provinsi Lampung, khususnya dalam kasus penyusunan peraturan daerah Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pembangunan Kotabaru Lampung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi. Teori yang digunakan adalah teori Pembagian Kekuasaan (Trias Politica), serta beberapa konsep seperti, hubungan eksekutif dan legislatif, peraturan daerah (Perda) dan pembangunan. Hasil penelitian ini adalah: (1) Pola hubungan antara eksekutif dan legislatif Provinsi Lampung adalah kemitraan yang mampu dijalankan secara harmonis. Sehingga, tidak menimbulkan adanya konflik antar kedua lembaga yang bisa mengganggu jalannya stabilitas pemerintahan di Provinsi Lampung. (2) Proses penyusunan Perda Provinsi Lampung nomor 2 tahun 2013 tentang pembangunan Kotabaru Lampung meliputi beberapa tahapan seperti; perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan/pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan. (3) Dalam kasus pembentukan Perda Kotabaru Lampung, pola hubungan yang dijalankan antara eksekutif dan legislatif mengarah pada arah negatif. Karena pada dasarnya, program pembangunan Kotabaru Lampung sebagai pusat perkantoran pemerintahan daerah Provinsi Lampung yang baru, tidaklah benar-benar bersumber dari aspirasi masyarakat Lampung. Sehingga, pembentukan kebijakan Pembangunan Kotabaru Lampung tersebut, hanya disebut sebagai rencana yang bersifat elitis yang diperankan oleh elit-elit pemerintahan, baik itu legislatif (DPRD) maupun eksekutif (pemerintah daerah). Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya antusiasme masyarakat terhadap pembangunan Kotabaru Lampung. Artinya, dapat dipahami bahwa hubungan harmonis yang terjalin antara lembaga tinggi daerah ini terjadi karena adanya sikap akomodatif, terhadap masing-masing kepentingan politik antar kedua lembaga tersebut. Disamping itu, program pembangunan Kotabaru Lampung hanya dianggap sebagai bentuk “pencitraan politik” yang dilakukan oleh Gubernur Lampung sebelum mengakhiri masa jabatannya sebagai kepala daerah