Pernikahan Campuran Antar Etnis Tionghoa Dan Non- Tionghoa (Jawa) Di Surabaya.

Pernikahan campuran antar etnis Tionghoa dan etnis non-Tionghoa sudah sering kita jumpai di zaman modern saat ini, semakin berkembang dan majunya zaman membuat manusia mudah berinteraksi dan mendapatkan banyak teman baru. Tradisi etnis Tionghoa dulu sangat kental dan bahkan hampir semua masyarakatnya sangat menjaga dan mematuhi segala aturannya. Namun di zaman sekarang ini sering kita jumpai pasangan yang berbeda etnis hidup melakukan pernikahan dan bisa hidup bahagia. Hal ini juga disebabkan karena terjadinya pembauran, etnis Tionghoa menjadi masyarakat minoritas ditengan masyarakat non-Tionghoa. Keadaan yang seperti ini mempermudah segala golongan etnis untuk bertemu dan berinteraksi, dan apabila ada kecocokan yang terjalin kemudian mereka melanjutkan ke hubungan pernikahan. Namun setiap pasangan akan menemui kendala dalam mendapatkan izin untuk menikah, karena setiap keluarga akan beragumen tentang perbedaan yang terjadi. Penelitian ini menggunakan teori yang dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, untuk menganalisis Pernikahan Campuran Antar Etnis Tionghoa Dan Non-Tionghoa Di Surabaya. Berger dan Luckmann menjelaskan proses pengetahuan terbentuk karena adanya dialektika realitas obyektif yang dibentuk karena adanya kesepakatan kelompok dan realitas subyektif yang melekat pada pengetahuan individu dalam kelompok. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data yang digunaka ada dua cara, pertama wawancara dan kedua adalah pengumpulan data dengan cara observasi dan dokumentasi. Realitas subjektif yang terdapat dalam pernikahan campuran antar Etnis Tionghoa dan etnis non-Tionghoa, tidak dapat terlepas dari konteks sejarah dan proses kontruksi sosial yang terus menerus berlangsung. Proses kontruksi sosial yang terjadi menimbulkan stock of knowledge bagi masing-masing masyarakat untuk mengembangkan realitas subjektif dan realiatas objektif. Dengan kata lain, informan juga mengetahui pendapat mengenai pernikahan campuran sebagai peristiwa yang masih dilarang hingga saat ini, karena tradisi turun temurun yang tidak perlu dipertanyakan sebabnya (taken for granted), mengambil tanpa mempertanyakan ulang. Meski begitu, dalam keterbatasannya ini, individu masih memiliki kesanggupan untuk memilih tindakan yang hendak diambil