Pemimpin Perempuan Dalam Media (Analisis Wacana Kritis Teun Van Dijk Pada Pemberitaan Sosok Tri Risma Harini Di Liputan6 Sctv Pada Bulan Februari 2014)

Penelitian ini berawal dari minimnya angka keterwakilan dan partisipasi perempuan dalam dunia politik, yang selama ini didominasi laki-laki. Terdapat konstitusi yang bertujuan untuk mendorong partisipasi aktif perempuan ,namun terdapat anomaly yaitu ketika terdapat dukungan konstitusi, namun tidak menaikkan angka partisipasi perempuan dalam politik. Dari penelitan-penelitian terdahulu didapatkan hasil bahwa keenggenan untuk terjun dalam dunia politik justru datang dari diri perempuan sendiri, perempuan menganggap politik adalah dunia yang maskulin dan tidak cocok oleh karakteristik feminim dan tidak sesuai dengan kontruksi gender yang berlaku. Konstruksi sex, gender, nilai, norma dan budaya menciptakan aturan makna, memposisikan laki-laki sebagai kelompok dominant dan perempuan sebagai kelompok yang subordinat dalam berbagai aktivitas kehidupan. Terdapat konstruksi makna yang mengkontrol pemikiran perempuan dan menciptakan kepatuhan aktif dan membuat perempuan berada dalam dominasi kekuasaan laki-laki, tanpa adanya paksaan dan tekanan. Hal tersebut dijalankan lewat wacana, merupakan bahasa yang digunakan untuk mengarahkan suatu tindakan. Wacana dijalankan lewat berbagai praktik sosial, salah satunya adalah media massa, akan tetapi media massa terikat pada suatu aturan makna yang berlaku dimasyarakat. Itu yang menyebabkan media massa sebagai pihak yang melanggengkan dominasi dan kekuasaan dari laki-laki. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana makna tersembunyi dibalik konstruksi Pemimpin atau Politikus perempuan (Tri Risma Harini) di media massa SCTV. Ketertarikan peneliti karena sosok Risma adalah tokoh lokal yang menjadi trending topic nasional. Peneliti berangkat dari paradigm kritis dengan menggunakan metode analisis wacana kritis Teun Van Dijk dan meyakini bahwa teks-teks berita bukanlah cerminan realitas yang sesungguhnya, melainkan bentuk kekuasaan simbolik demi kepentingan kelompok tertentu. Hasil penelitian menyebutkan bahwa konstruksi politikus atau pemimpin permpuan (Tri Risma Harini) di media massa, dikaitkan dengan wacana dominan atau pengetahuan-pengetahuan yang ada dimasyarakat terkait stereotype perempuan, stereotype perempuan dalam politik dan juga stereotype gender. Risma dikaitkan dengan subjektivitasnya sebagai perempuandan juga dengan pekerjaan domesik dan perannya sebagai ibu. Politik dikonstruksi sebagai dunia yang maskulin. Wacana tentang pemimpin atau politikus perempuan di media massa melanggengkan stereotype dan bias gender di masyarakat. Hal tersebut dijalankan lewat praktik strukturasi yang bertujuan untuk melanggengkan dominasi dan status quo laki-laki dalam dunia politik. Media merekrosntruksi makna perempuan harus menjadi apa, mengingatkan dimana mereka seharusnya berada dan kedudukan mereka yang subordiant. Hal tersebut merupakan wujud kekuasaan lewat wacana yang mengkontrol dan menciptakan kepatuhan bagi kelompok yang didominasi (perempuan)