Studi Fenomenologi Mengenai Pengalaman Komunikasi Remaja Broken Home, Kaitannya Dengan Perilaku Menyimpang pada Remaja.

Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak mantap, rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif, seperti narkoba, kriminal, dan kejahatan seks. Oleh karenanya, peran keluarga khususnya orangtua sebagai pendidik adalah sangat dibutuhkan. Perhatian seseorang terhadap hal-hal yang ada di sekelilingnya banyak dipengaruhi oleh nilainilai yang mereka anut, dan keluargalah yang menanamkan nilai-nilai tersebut. Sehingga di dalam keluarga sangat dibutuhkan komunikasi interpersonal yang intens guna memberikan pendidikan yang baik serta pembentukan nilai-nilai positif bagi remaja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami mengenai realitas sosial remaja broken home yang sering berakibat terhadap perilaku menyimpang atau kenakalan remaja. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan Fenomenologi. Fokus penelitian ini adalah penggambaran pengalaman komunikasi remaja broken home dengan orangtuanya serta perilaku menyimpang yang terjadi akibat pengalaman tersebut di masa sekarang. Unit analisis penelitian ini adalah setiap pernyataan dari informan penelitian, hal ini meliputi esensi dari pengalaman informan mengenai topik yang diteliti selama berlangsungnya proses wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman interaksi sosial di dalam keluarga, khususnya interaksi orangtua dan anak turut menentukan cara-cara tingkah laku terhadap orang lain. Hubungan antarpribadi yang berkualitas dengan keluarga khususnya kedua orangtua dan remaja berpengaruh dalam pembentukan perilaku remaja kelak. Namun kualitas komunikasi yang seharusnya terjaga dengan baik tersebut justru terganggu dengan adanya perpecahan keluarga atau keluarga broken home. Anak-anak yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua itu selalu merasa tidak aman. Anak-anak tadi mulai “menghilang” dari rumah, lebih suka bergelandangan dan mencari kesenangan hidup yang imaginer di tempattempat lain. Karena itu anak yang berasal dari keluarga yang pecah berantakan jumlahnya dua atau tiga kali lipat lebih banyak menjadi delinkuen daripada anak yang berasal dari rumah tangga yang biasa, kohesif dan akrab. Kualitas rumah tangga atau kehidupan keluarga jelas memainkan peranan paling besar dalam membentuk kepribadian remaja nakal atau berperilaku menyimpang. Misalnya, rumah tangga yang berantakan disebabkan oleh kematian bapak atau ibu, perceraian diantara bapak dan ibu, perceraian di antara bapak dengan ibu, hidup terpisah, poligami, bapak mempunyai simpanan “istri” lain, keluarga yang diliputi konflik keras, semua itu merupakan sumber yang subur untuk memunculkan delikuensi atau perilaku menyimpang pada remaja, sebabnya antara lain: Anak kurang mendapatkan perhatian, kebutuhan fisik maupun psikis anakanak remaja menjadi tidak terpenuhi, dan anak-anak tidak pernah mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk hidup susila. Berkurangnya efektivitas komunikasi keluarga dan kualitas komunikasi interpersonal antara orangtua dan remaja dalam keluarga yang tidak harmonis atau broken home, menciptakan masalah bagi remaja tersebut