Pengaruh Representasi Pemberitaan Solusi Dua Negara Di Harian Haaretz Terhadap Konflik Israel-Palestina (Pada Masa Pemerintahan Ehud Olmert Tahun 2006-2008)

Fenomena konflik Israel-Palestina merupakan salah satu konflik di wilayah Timur Tengah yang saat ini telah menjadi mainstream dunia. Konflik tersebut diawali dari migrasi besar-besaran warga Yahudi ke Palestina dan berkembang menjadi konflik perebutan wilayah perbatasan Jalur Gaza serta Tepi Barat. Berbagai perundingan damai ditempuh oleh kedua belah pihak, termasuk dengan melibatkan negara ketiga seperti Amerika Serikat dan entitas tertinggi di dalam struktur internasional yaitu PBB. Salah satu perundingan damai yang masih hangat dibicarakan adalah solusi dua negara yang merupakan poin kedua dari Konferensi Anapolis. Sebagai sebuah isu yang menjadi mainstream dunia, media massa Israel yakni Haaretz melakukan pemberitaan dengan menyertakan dua pandangan yang dinilai berimbang terhadap solusi dua negara. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan deskripsi dan analisis terhadap pemberitaan solusi dua negara yang direpresentasikan oleh Haaretz dengan menggunakan bahasa dan simbol-simbol dari wacana perdamaian konflik Israel-Palestina. Deskripsi dan analisis tersebut menjadi untuk mengetahui pengaruh pemberitaan Haaretz terhadap proses perdamaian solusi dua negara melalui penyampaian pendapat-pendapat maupun kebijakan politik luar negeri dari Israel-Palestina dan aktor-aktor internasional lain yang terlibat, terutama Amerika Serikat. Metode penelitian yang digunakan dalam analisis wacana berjenis kualitatif dengan deskripsi mendalam (thick description). Unit analisa dalam penelitian ini berupa teks berita solusi dua negara, meliputi topik-topik mengenai identitas Palestina, sikap putus asa Palestina dalam implementasi solusi dua negara, keterlibatan pihak ketiga dalam upaya perwujudan solusi dua negara, dan pandangan pesimis mengenai implementasi solusi dua negara. Analisis data dilakukan dengan menggunakan konsep politik media dan misrepresentasi yang terdiri atas empat bentuk yaitu ekskomunikasi, eklusi, marjinalisasi, dan delegitimasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Haaretz masih bersikap peyoratif terutama dalam pemberitaan mengenai Palestina. Kesimpulan tersebut didukung dengan adanya kesalahan penggambaran (misrepresentasi) dalam pemberitaan yang disampaikan Haaretz sebagai wacana perdamaian. Kemudian, misrepresentasi tersebut berpengaruh terhadap proses perdamaian solusi dua negara yakni pada pola konflik, bantuan dana, kebijakan blokade, dan rasa sentimen masyarakat Israel-Palestina. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh pemberitaan Haaretz terhadap proses perdamaian solusi dua negara baik dalam penggambaran yang benar maupun yang salah