Program Pembangunan 1000 Embung Guna Mewujudkan Bojonegoro Sebagai Lumbung Pangan

Padi menjadi bahan pangan yang dikonsumsi dengan produksi terbesar bagi masyarakat Indonesia. Kabupaten Bojonegoro adalah salah satu daerah dengan potensi pertanian yang besar. Sejalan dengan upaya pemenuhan pangan tersebut Bojonegoro mencanangkan visi sebagai lumbung pangan. Namun keadaan Bojonegoro yang mengalami permasalahan dimana saat musim kemarau terjadi kekeringan yang panjang, dan di saat musim penghujan terjadi banjir. Kondisi tersebut membuat Kabupaten Bojonegoro mencanangkan program pembangunan 1000 embung untuk penyediaan air dengan harapan pembangunan embung akan menjadi solusi dalam pemanfaaatan air hujan pada musim kemarau ataupun penghujan. Penelitian ini berfokus pada pelaksanaan program pembangunan 1000 embung yang meliputi Sasaran atau target program, Badan pelaksana, Bentuk program, Indikator keberhasilan program, dan faktor pendukung serta penghambat program pembangunan 1000 embung di Bojonegoro. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi. Analisis data menggunakan model analisis Miles dan Huberman, selain itu juga dilakukan Keabsahan data dengan Teknik pengumpulan data melalui triangulasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program pembangunan 1000 embung di Bojonegoro mulai dilaksanakan tahun 2013-2018. Target program pembangunan embung di Bojonegoro adalah satu desa satu embung. Badan pelaksana Program pembangunan embung murni dari Dinas pengairan serta di bantu UPTD pengairan, serta masyarakat. Bentuk program yang dilakukan oleh Dinas pengairan adalah berupa pembangunan embung baru dan juga normalisasi embung, baik di lahan tanah solo valley ataupun tanah kas desa. Indikator keberhasilan program pembangunan embung ada dua yaitu kapasitas volume air dan tingkat kelayakan dan kemanfaatan bagi masyarakat. Faktor pendukung program ini adalah adanya komitmen yang kuat dari Dinas sebagai pelaksana, Peralatan yang cukup untuk pembangunan embung. Faktor penghambat yaitu adanya kewenangan Dinas yang terbatas dalam penyediaan lahan, SOP perawatan dan pemeliharaan yang terlambat disosialisasikan, tidak ada anggaran khusus untuk pembelian lahan, adanya struktur pelaksana yang masih merangkap jabatan, Kendala teknis lahan untuk dijadikan embung, dukungan dari masyarakat yang masih kurang terkait penyediaan lahan. Kesimpulan yang diperoleh dari pelaksanaan program ini adalah target dalam pembangunan embung sampai tahun ini belum bisa tercapai karena adanya kendala ketersediaan lahan, dan dilihat dari pelaksana masih terdapat tumpang tindih dan rangkap jabatan. Tidak ada SOP yang mengatur dengan pasti terkait Pengajuan proposal untuk lahan embung dari desa ke Dinas. Indikator keberhasilan pembangunan embung di lihat dari kapasitas volume tampungan, sesuai yang telah di bangun dari awal tahun 2013-2015 bahwa semakin besar kapasitas volume tampungan air maka akan semakin luas areal sawah yang mendapatkan air sehingga akan membantu penyediaan air bagi tanaman pad