Kendala Terkait dengan Fungsi POLRI Dalam Penyidikan Tindak Pidana Aborsi : Studi di Kepolisian Daerah Jawa Timur, Polres Kediri dan Polres Blitar

Aborsi termasuk kejahatan terhadap nyawa yang dikenal dengan istilah "Abortus Provocatus Criminalis" sebagaimana diatur KUHP dalam 4 pasal, yaitu Pasal 346, 347, 348 dan 349. Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim ada gejala-gejala memprihatinkan bahwa jumlah angka aborsi yang terjadi cukup signifikan. Jumlah kasus aborsi di Indonesia setiap tahun mencapai 2,3 juta, 30 persen di antaranya dilakukan oleh para remaja. Sekian dari kasus yang terjadi, kasus aborsi yang diproses di tingkat Pengadilan hanya sedikit sekali, karena terdapat beberapa kendala terkait dengan fungsi Polri dalam penyidikan tindak pidana aborsi. Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang dipakai adalah yuridis empiris, yaitu penelitan hukum yang objek kajiannya tentang fungsi Polri dalam penyidikan tindak pidana aborsi serta kendala-kendala yang dihadapi Polri dalam mengungkap tindak pidana aborsi. Penulis menganalisis dan mendeskripsikan fungsi penyidik POLRI dalam melakukan penyidikan tindak pidana aborsi dan kendala yang dihapai POLRI dalam mengungkap tindak pidana aborsi serta mengetahui upaya Polri dalam menanggulangi kendala terkait dengan fungsi Polri dalam penyidikan tindak pidana aborsi. Sumber data dalam penelitian ini berasal dari dua sumber antara lain data primer diperoleh langsung dari lapangan yang dilakukan penulis, untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada responden yaitu Unit V Sat.Pid.Ter POLDA Jatim, unit Idik PPA Polres Kediri, Unit Idik PPA Polres Blitar, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan berbagai peraturan perundang-undangan dan literatur yang terkait dengan penelitian. Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa fungsi Polri menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai salah satu fungsi pemerintahan di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Fungsi Polri tersebut sering bersentuhan langsung atau berinteraksi dengan masyarakat salah satunya yaitu fungsi penegakan hukum. Dalam melaksanakan tugas fungsi penegakan hukum sewaktu polisi melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan melibatkan fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik lapangan yang sesuai dengan hukum acara pidana. Apabila dikaitkan dengan kasus aborsi, hal tersebut dilakukan untuk mengungkap adanya tindak pidana aborsi. Fungsi penegakan hukum tidak berjalan lancar dikarenakan beberapa kendala yang harus dihadapi Polri, yaitu: a. Masyarakat kurang terbuka tentang adanya kejahatan aborsi.; b. Pelaku dan semua pihak yang terlibat daam tindak pidana aborsi dapat dikenai sanksi pidana.; c. Sulitnya meminta keterangan saksi ahli dari pihak kedokteran.; d. Sulitnya pembuktian. Berdasarkan fakta tersebut, Aparat penegak hukum dalam hal ini Kepolisian Daerah Jawa Timur harus meningkatkan kerjasama dengan masyarakat dalam mengungkap tindak pidana aborsi. Diantaranya dengan cara menghimbau masyarakat untuk segera melaporkan kepada polisi bila mengetahui atau menduga bahwa di lingkungannya terdapat tindak pidana aborsi. Aparat penegak hukum tidak perlu menunggu laporan atau pengaduan dari masyarakat untuk mengungkap tindak pidana aborsi, melainkan juga harus aktif terjun ke masyarakat untuk mencari tentang adanya praktik-praktik aborsi illegal. Mengadakan sweeping secara berkala ke berbagai klinik terselubung yang diduga melakukan atau melegalkan tindakan aborsi tanpa indikasi medis