Penerapan Pasal 17 Keppres No. 80/2003 tentang Penunjukan Langsung dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Perspektif Persaingan Usaha. : studi pada Panitia Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kabu

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengangkat judul mengenai Penerapan Pasal 17 Keppres No. 80/2003 tentang penunjukan langsung dalam pengadaan barang jasa pemerintah dalam perspektif persaingan usaha di Indonesia, dengan melakukan studi di Kantor Pemerintahan Kabupaten Pasuruan yaitu pada panitia pengadaan bagian perlengkapan dan untuk melengkapi data yang ada maka penulis juga melakukan studi pada Kantor KPPU Pusat Jakarta. Hal ini dilatarbelakangi adanya perubahan Metode Penunjukan Langsung (PL) dalam pemilihan penyedia jasa pada Keppres 80/2003 dan Keppres 18/2000. Dalam Keppres 18/2000 pelaksanaan metode “PL” selain hanya bisa dilakukan dalam keadaan mendesak/khusus namun harus tetap mendapat persetujuan dari pihak yang berwenang dari instansi yang bersangkutan. Dan peraturan tersebut berubah pada Keppres No. 80/2003, dimana metode “PL” tetap dilaksanakan pada keadaan tertentu dan khusus namun tanpa ada kewajiban pihak panitia mendapat persetujuan dari pihak yang lebih berwenang, jadi kewenangan penuh penetapan metode PL ada di tangan panitia. Hal tersebut dapat menimbulkan perbedaan persepsi/pemahaman yang berbeda atas keadaan tertentu dan khusus walaupun tentang keadaan tertentu dan khusus tersebut telah dijelaskan lebih rinci dalam perubahan pertama sampai keenam Keppres No. 80/2003. Perbedaan persepsi itulah yang dimungkinkan bisa mengarah pada tindakan “PL” atas kewenangan penuh panitia yang kemudian dapat memperkecil persaingan usaha antar penyedia jasa.Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis, yaitu mengkaji metode penunjukan langsung (PL) dalam pengadaan barang/jasa pemerintah berdasarkan Keppres 80/2003 dalam perspektif persaingan usaha di Indonesia dengan melihat implementasinya Kemudian data yang ada dianalisa dan dirumuskan upaya penyelesaian dan hambatan yang muncul, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. Bahwa dalam praktek, penulis menemukan bahwa pihak panitia pengadaan Pemkab Pasuruan melaksanakan secara konsekwen Keppres No. 80/2003 tersebut beserta perubahannya walaupun mereka tetap mengalami kendala dalam prakteknya terutama dalam memahami dan menerapkan pengertian keadaan tertentu dan khusus tersebut. Begitu juga di Kantor KPPU, memang tidak ada laporan tentang penyelewengan metode penunjukan langsung di lingkungan Pemkab Pasuruan, hanya saja terdapat beberapa kasus penyelewengan metode “PL” oleh BUMN yang masuk ke KPPU yang telah diputus. Hal itu menunjukkan bahwa penyelewengan pada penerapan metode “PL” masih dimungkinkan terjadi. Dari kasus yang masuktersebut semuanya terbukti melanggar pasal 19 huruf (a) dan (d) UU No. 5 tahun 1999 tentang praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu, dan semua itu disebabkan karena perbedaan pemahaman tentang keadaan tertentu dan khusus dari panitia pengadaan. Menyikapi fakta di atas, maka perlu kiranya pemerintah merevisi kembali Keppres No. 80/2003 dan perubahannya, khususnya pasal 17(5) tentang metode penunjukan langsung dengan memberikan batasan yang lebih jelas mengenai keadaan tertentu dan khusus, serta mengembalikan kewajiban panitia untuk mendapatkan persetujuan dari pihak berwenang di atasnya sebelum menetapkan penggunaan metode penunjukan langsung pengadaan barang/jasa pemerintah, sehingga persaingan usaha yang sehat tetap terlaksana di antara penyedia jasa