Determinasi Peran Dan Formulasi Kebijakan Triple Helix Dalam Pengembangan Kota Kreatif Di Kawasan Malang Raya

Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu yang lebih sering dikenal dengan sebutan Kawasan Malang Raya, memiliki potensi ekonomi daerah pada sektor pariwisata, pertanian, dan pertambangan. Potensi ini seharusnya dapat dioptimalkan sebagai sarana peningkatan daya saing daerah yang berkelanjutan, dengan salah satu alternatif pilihan melalui pengembangan konsep kota kreatif. Kota kreatif adalah konsep perkotaan yang bertujuan untuk mengakumulasi sumber daya kreatif dengan menghubungkan potensi ekonomi kreatif dan pariwisata melalui kolaborasi Triple Helix. Triple Helix merupakan gabungan stakeholder pembangunan yang terdiri dari Pemerintah Daerah, pelaku/pengusaha industri kreatif, dan akademisi perguruan tinggi yang ditujukan agar mampu meningkatkan kreativitas, melahirkan kreasi, dan menciptakan inovasi yang bermuara pada daya saing dan pengembangan kewirausahaan daerah. Dengan pertimbangan potensi industri kreatif yang berkembang di Kawasan Malang Raya adalah industri kuliner keripik buah dan industri animasi, maka dipilihlah kedua jenis industri sebagai objek studi penelitian. Sasaran penelitian ini terfokus pada determinasi peran dan output berupa kebijakan bagi Triple Helix. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan alat analisis berupa SWOT, analisis akar masalah, analisis evaluasi, analytical hierarchy process (AHP), dan analisis model interaktif untuk menelusuri determinasi peran Triple Helix. Hasil analisis kualitatif menunjukkan peran pelaku usaha terdiri dari: (i) meningkatkan nilai tambah produk primer menjadi produk sekunder; (ii) meningkatkan pendapatan daerah; (iii) memperluas lapangan pekerjaan; (iv) menyediakan wisata edukasi; (v) penyedia suvenir; dan (vi) memperkuat brand image Kawasan Malang Raya. Keenam peran tersebut dipetakan melalui analisis SWOT untuk mengidentifikasi kondisi eksisting dari industri tersebut, kemudian melakukan analisis akar masalah untuk mengurai hambatan-hambatan usaha yang sedang dialami pelaku usaha. Kesimpulan awal berdasarkan analisis akar masalah, pengembangan peran dari industri kreatif belum berjalan optimal disebabkan berbagai macam kelemahan yang menghambat kinerja dari industri kreatif, yang bersumber pada masalah-masalah sebagai berikut: (i) desain kelembagaan formal dan informal; (ii) ketenagakerjaan; (iii) teknologi produksi; (iv) tata kelola (manajemen) usaha; (v) akses pasar; dan (vi) infrastruktur. Kelemahan ini yang kemudian melahirkan determinasi peran bagi pemerintah dan akademisi perguruan tinggi yang dalam penerapannya bersifat saling melengkapi (komplementer). Peran dasar bagi pemerintah terangkum dalam lima kriteria peran yang kemudian diuji melalui studi Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk mengurutkan kebijakan prioritas. Urutan prioritas peran dari pemerintah adalah: (i) integrasi dan promosi; (ii) sosial budaya; (iii) teknologi dan ketenagakerjaan; (iv) regulasi; dan (v) ekonomi. Sedangkan peran dari akademisi perguruan tinggi, ditelusuri melalui analisis model interaktif dan analisis evaluasi untuk melengkapi peran pemerintah. Dari hasil analisa, menghasilkan peran perguruan tinggi dengan fungsi dasar untuk: (i) pengembangan pendidikan kewirausahaan; (ii) pembinaan melalui pendampingan dan jasa konsultasi; (iii) rekayasa teknologi tepat guna; (iv) pelatihan manajemen usaha (produksi, pemasaran, dan keuangan); (v) menerapkan standarisasi produk; dan (vi) meningkatkan research and development (RnD