Analisis Kemandirian Daerah Dalam Era Otonomi Daerah Di Kota Surabaya (Periode Tahun 2000-2010)

Indonesia telah mengalami perubahan sitem pemerintahan, yang semula bersifat sentralistik menjadi desentralisasi. Dengan adanya perubahan sistem pemerintahan, maka terjadi pula berubahan kebijakan sistem keuangan. Pada sistem pemerintahan desentralisasi, setiap daerah otonom memiliki hak dan wewengang dalam mengatur keuangan daerahnya. Selain itu terdapat tujuan dalam sistem pemerintahan desentralisasi, yakni menuntut daerah otonom untuk bisa menjadi daerah yang mandiri. Kota Surabaya adalah kota metropolitan, yakni kota terbesar kedua di Indonesia. Kota Surabaya memiliki Sumber daya serta potensi yang baik dalam melaksanakan kebijakan Otonomi Daerah dan menjadi daerah mandiri. Tolak ukur untuk menentukan kemandirian suatu daerah dapat dilihat dari sumber pendapatan APBD. Semakin besar pendapatan yang berasal dari PAD dan tidak adanya dana perimbangan, maka dapat dikatakan daerah tersebut telah mandiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kemandirian Kota Surabaya dari tahun 2000-2010. Metode/ teknik analisis data pemelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan alat bantu untuk menghitung kemandirian suatu daerah, yakni Ratio Kemampuan Keuangan Daerah (KKD). Dalam ratio ini menghitung besarnya PAD dibagi dengan besarnya Dana Perimbangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kota Surabaya di dalam Era Otonomi Daerah menduduki tingkat kemandirian sedang dengan pola hubungan partisipatif, karena dari perhitungan rata-rata ratio KKD Kota Surabaya dari tahun 2000-2010 sebesar 51,75% dan menunjukan masih adanya ketergantungan dana dari pemerintah pusat yakni dana perimbangan