Dilema Sistem Pengendalian Mutu dalam Praktik Akuntan Publik

Profesi akuntan publik banyak mendapat sorotan dari pemakai laporan keuangan. Terjadinya banyak kasus yang melibatkan akuntan publik baik di dalam maupun di luar negeri memberikan tanda tanya besar kepada masyarakat mengenai mutu audit. Penelitian yang saya lakukan ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan interpretif, dengan fokus penelitian, yaitu mengetahui bagaimana akuntan publik memahami dan menerapkan sistem pengendalian mutu Kantor Akuntan Publik (SPM Seksi 100) serta mengetahui bagaiman efektivitas perumusan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu (SPM Seksi 200). Metode penelitian yang digunakan adalah fenomenologi dengan kerangka analisis yang digunakan adalah teori dramaturgi Erving Goffman yang melihat dan membahas fenomena sosial sebagai suatu seni drama dan teater yang diperankan para aktor dengan masing-masing peran yang berbeda. Aktor utama dalam panggung ini adalah partner KAP. Metode ini mengasumsikan bahwa selama interaksi, orang tidak hanya menyadari keberadaan orang lain, namun keberadaan diri mereka sendiri juga diakui. Hasil dari analisis data menunjukkan bahwa: (a.) Tidak semua informan (akuntan publik) menerapkan SPM Seksi 100 dan 200 sebagai pedoman dalam menjaga kualitas mutu auditnya. Hal tersebut disebabkan karena sebagaian informan cenderung menggunakan manual kantornya masing-masing. Namun, secara umum akuntan publik telah memahami tentang pentingnya sistem pengendalian mutu untuk menjaga kualitas mutu audit. (b.) Informan menganggap bahwa SPM Seksi 100, terlebih Seksi 200 kurang efektif memberikan pedoman bagi akuntan publik untuk melakukan langkah-langkah yang tepat terkait pengendalian mutu KAP. Akuntan publik mempunyai pekerjaan rumah untuk memperbaiki sistem pengendalian mutu KAP mereka, serta bagaimana sembilan poin yang tertuang dalam SPM Seksi 100 dapat diterapkan seluruhnya. IAPI sendiri sebaiknya mempertimbangkan unsur budaya bisnis di Indonesia terlebih pada KAP di kota-kota kecil