Kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan sebagai ide penciptaan karya seni lukis.

Manusia dilahirkan bebas dan memiliki martabat serta hak-hak yang sama atau biasa disebut dengan hak asasi. Akan tetapi banyak pelanggaran HAM yang masih terjadi, contohnya kasus kematian Marsinah, hilangnya 13 aktifis pada tahun 1998 dan kasus Munir. Adanya ketiga kasus diatas menarik perhatian dan menjadi inspirasi tersendiri bagi penulis untuk menciptakan karya yang dapat menelaah ulang peristiwa tersebut. Karya yang diciptakan penulis memiliki kesamaan dengan karya Erick Centeno dan Agus Suwage untuk memvisualisasikan potret aktivis pelanggaran HAM yang sampai saat ini belum terselesaikan. Penulis dalam menciptakan karya melalui beberapa tahapan seperti yang telah di jelaskan oleh Hawskin yaitu tahap eksplorasi, improvisasi maupun tahapan pembentukan. Penulis juga melakukan pengumpulan data tentang kasus-kasus tersebut agar karya yang penulis ciptakan lebih dapat dipertanggung jawabkan. Selain itu, teknik yang digunakan dalam proses menciptakan karya adalah teknik scribble. Teknik tersebut digunakan karena sesuai untuk menjelaskan tentang persoalan ruwet dan tidak kunjung selesai masalah pelanggaran HAM yang dialami oleh Munir, Wiji Thukul dan Marsinah. Terdapat enam karya lukis, satu karya instalasi dan satu karya video art yang telah diciptakan penulis semuanya saling berkesinambungan dan menjelaskan satu kesatuan cerita utuh yaitu tentang kasus pelanggaran HAM. Keseluruhan karya memvisualisasikan Munir, Wiji Thukul dan Marsinah sebagai objek utama,. Harapan penulis, melalui karya-karya tersebut dapat membuka mata para penikmat tentang getirnya kasus yang terjadi dan mengingatkan mereka pada pejuang-pejuang yang telah membela HAM. Selain itu, hal terpenting lain yang ingin penulis sampaikan adalah agar kasus Munir, Wiji Thukul ataupun Marsinah dapat segera terselesaikan