Konstruksi Ruang Hidup Orang Tengger di Desa Ranu Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang.

Desa Ranu Pani berada di wilayah dataran tinggi dengan penduduk yang hidup dari pertanian ladang dan pemanfaatan hasil hutan. Pada dekade 1980-an desa ini ditetapkan sebagai wilayah enclave yang berada dalam kawasan konservasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Penelitian ini terutama akan menitik beratkan pada aspek keruangan yang memang menjadi acuan dari penetapan enclave oleh Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ketika dibentuk tahun 1982. Tujuannya adalah melihat perubahan konstruksi ruang hidup penduduk Desa Ranu Pani sebelum dan sesudah penetapan enclave dengan menggunakan kerangka teori dwelling perspective dari Tim Ingold. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan psikologi ekologis. Dari penelitian ini terlihat adanya perubahan dalam praktik keruangan Orang Tengger di Ranu Pani. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konstruksi ruang hidup penduduk di Desa Ranu Pani terbentuk dari persepsi akan ladang dan hutan yang saling melengkapi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kedua ruang tersebut memiliki nilai guna masing-masing dengan perbedaan aktivitas manusia terhadap ruang tersebut. Ladang dan hutan menjadi dua ruang yang memiliki batas yang secara historis diturunkan dari peninggalan era kolonial Belanda. Setelah itu, batas bukan lagi obyek yang sebenarnya hanya berbentuk fisik. Akhirnya penetapan status enclave di Desa Ranu Pani tidak mempengaruhi pengetahuan akan adanya batas antara ladang dan hutan. Adanya penetapan sebagai kawasan enclave membuat penduduk Ranu Pani merekontruksi pemahaman tenang ruang hidup mereka. Penetapan tersebut justru berimplikasi bias nilai guna ruang karena institusi negara membuat seolah hutan memiliki fungsi yang sama dengan ladang, yaitu jaminan untuk memenuhi kebutuhan uang tunai