Kesantunan Penolakan Bahasa Jepang dalam Drama Serial Erai Tokoro ni Totsuideshimatta

Bahasa adalah alat komunikasi atau alat yang dapat mempermudah dalam menyampaikan atau mengerti suatu pemikiran, maksud, tujuan, keinginan ataupun perasaan pembicara. Keinginan yang dimaksud tidak hanya keinginan memiliki barang, tetapi termasuk pula keinginan untuk menolak suatu ajakan tawaran, dan sebagainya. Penolakan adalah suatu tindakan atau ucapan yang menunjukan ketidaksediaan dalam suatu hal. Penolakan dapat dikatakan secara langsung maupun tidak langsung. Penolakan dalam bahasa Jepang dapat dilihat pada percakapan sehari-hari maupun percakapan sebuah drama. Salah satu contoh adalah drama Erai Tokoro ni Totsuideshimatta yang dijadikan subyek penelitian. Di dalam ujaran penolakan tersebut dapat dilihat kesantunan yang dilakukan, baik dari strategi kesantunan maupun maksim kearifan. Penelitian ini menggunakan acuan teori Beebe et al untuk analisis strategi penolakan yang digunakan, teori Brown dan Levinson untuk analisis strategi kesantunan, dan teori Leech untuk analisis kesantunan dilihat dari maksim kearifan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ditemukan lima jenis strategi kesantunan, yaitu tidak melakukan tindakan mengancam wajah (don’t do the FTA), tidak langsung (off record), langsung tanpa basa-basi (bald on record), kesantunan positif (positive politeness), kesantunan negatif (negative politeness). Dalam lima jenis strategi kesantunan terdapat kombinasi strategi, yakni pada strategi langsung tanpa basa-basi (bald on record) dan kesantunan negatif (negative politeness). Kemudian, kesantunan penolakan dilihat dari maksim kearifan, tidak hanya dinilai dari pemilihan strategi penolakan dan strategi kesantunan, tetapi dilihat pula skala untung-rugi pada mitra tutur dimana konteks juga berpengaruh dalam penilaian kesantunan sebuah ujaran. Pada penelitian selanjutnya disarankan lebih dalam meneliti tentang strategi kesantunan baik pada tuturan penolakan, minta maaf, suruhan, maupun ajakan dengan menggunakan data yang nyata. Selain itu, disarankan untuk membahas lebih dalam tentang wajah (face) oleh Brown dan Levinson baik dari penutur maupun mitra tutur