Pengaruh Pemberian Ketamin Terhadap Kadar C Reactive Protein Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Dari Galur Wistar Model Sepsis

Pendahuluan: Sepsis masih merupakan salah satu penyebab utama kematian di unit perawatan intensif. Terjadi sekitar 13 ribu pasien sepsis dengan 4 ribu kematian setiap tahun di seluruh dunia. Sepsis berat dan syok sepsis memiliki potensi tingkat kematian tinggi, hingga 46%. kematian ini terkait dengan peningkatan dramatis dari konsentrasi serum sitokin pro-inflamasi sebagai respon awal imun. C Reactive Protein (CRP) adalah protein fase akut, memiliki kontribusi untuk tuan rumah pertahanan bahwa itu adalah bagian dari respon imun bawaan. CRP juga biomarker sepsis dan reaktan fase akut yang paling luas dipelajari sejauh ini. CRP didominasi disintesis oleh hati, terutama dalam menanggapi interleukin-6 (IL-6). Sekresi CRP dimulai dalam waktu 4-6 jam dari stimulus. Ketamin juga memiliki peran dalam respon imun. itu adalah agen anestesi yang paling rasional untuk kondisi sepsis. Ketamin adalah satu-satunya anestesi intravena yang menyebabkan peningkatan tekanan arteri rata-rata tanpa mengorbankan cardiac output. studi eksperimental dan klinis telah menunjukkan bahwa ketamin diberikannya sifat antiinflamasi dengan menghambat pelepasan sitokin proinflamasi, seperti tumor necrosis factor-α (TNF-α) dan interleukin-6. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ketamin pada kadar CRP di wistar Model tikus sepsis (Rattus novergicus). Dan untuk mengetahui perbedaan waktu dan administrasi (tunggal dan intermiten) ketamin dapat berpengaruh dalam kadar CRP. Metode: penelitian ini adalah true experimental laboratory dengan randomized Posttest Only Controlled Group Design. 30 tikus wistar jantan dengan berat 200-250 gram usia 5 bulan dibagi menjadi enam kelompok masing-masing 5 tikus. kelompok kontrol negatif tidak disuntik dengan intraperitoneal larutan fecal slury atau ketamin HCl. Larutan tinja dibuat dari tinja dikumpulkan dari sekum tikus dan dilarutkan dalam 0,9% normal fecal slurry pada konsentrasi 200 mg/ml. 25 Tikus disuntik dengan larutan fecal slurry secara intraperitoneal untuk menginduksi peritonitis (Fecal Induced Peritonitis=FIP) dan sepsis polimikroba. Kemudian, 20 tikus wistar model sepsis disuntik ketamin HCl 5 mg/kg intraperitoneal pada jam berikutnya. kelompok kontrol positif diinjeksi dengan solusi tinja saja (n = 5). Kelompok A, tikus FIP disuntik ketamin HCl 5 mg/kg pada jam ke 0 (n = 5). Kelompok B, tikus FIP disuntik dengan ketamin HCl 5 mg/kg pada jam ke 3. Kelompok C, tikus FIP disuntik dengan ketamin HCl 5 mg/kg pada jam ke 5. Grup D, tikus FIP yang ketamin HCl 5 mg/kg intermitenly padajam ke 0, 2, 4. Tanda tanda klinis dari tikus dipantau dengan Murine Sepsis Score (MSS) selama waktu penelitian. Tikus dikorbankan pada jam ke 6 setelah fecal induced Peritonitis dan darah ambil untuk diperiksa kadar CRP plasmanya. Analisis kadar CRP dilakukan dengan cara ELISA. Hasil: Pada jam ke 6 setelah peritonitis yg di induksi feses, tikus menunjukkan tanda klinis sepsis menurut MSS. Tidak ada perbedaan yang signifikan dari MSS di antara kelompok tikus FIP (p=0,094). Nilai rata-rata CRP berarti pada jam 6 setelah FIP adalah kelompok kontrol negatif 0,01 ± 0,00 mg/dl, kelompok kontrol positif 0,01 ± 0,00707 mg/dl, Kelompok A 0.012 ± 0,00837 mg/dl, kelompok B 0012 ± 0,00447 mg/dl, kelompok C 0,01 ± 0,00707 mg / dl, kelompok D 0,01 ± 0,00548 mg / dl. Perbedaan tingkat CRP x antara kelompok secara statistik tidak signifikan (p=0,536), tetapi tingkat CRP lebih tinggi pada tingkat kelompok ketamin dibanding kelompok tanpa ketamin, dan yang tertinggi adalah pada kelompok D. Kesimpulan: Perbedaan waktu dan cara (tunggal dan intermiten) injeksi ketamin tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada kadar CRP tikus wistar Model sepsis 6 jam setelah induksi peritonitis. Tidak adanya perbedaan yang signifikan antar semua kelompok perlakuan kemungkinan karena paparan durasi sepsis pada hewan tidak mencukupi