PENGGUNAAN EUFEMISME SEBAGAI STRATEGI KESANTUNAN BERTUTUR DALAM BAHASA BUGIS: ANALISIS STILISTIKA.

Dalam teori kesantunan Brown dan Levinson (1978, 1987)\ud dinyatakan bahwa setiap orang memiliki konsep air muka, yaitu semacam\ud citra diri, terutama dalam kaitannya dengan kedudukan kita sebagai warga\ud masyarakat. Konsep air muka ini terbagi dua, yaitu air muka positif dan air\ud muka negatif. Yang dimaksud dengan konsep air muka positif ialah setiap\ud orang menghendaki agar citra dirinya dihargai atau dihormati. Adapun\ud yang dimaksud dengan konsep air muka negatif ialah setiap orang\ud menghendaki untuk merasakan hak, kemerdekaan, ataupun kekuasaan\ud atas tindakan atau kelakukannya sendiri (lihat juga Bare??ov??, 2008: 21).Pada bahasa mana pun di dunia ini terdapat prinsip-prinsip kesantunan.\ud Dalam bahasa Bugis, dalam hal ini bahasa Bugis dialek Bone, tersedia\ud ungkapan-ungkapan eufemisme untuk membungkus pikiran atau isi hati agar\ud tersampaikan secara tidak langsung. Penyampaian secara tidak langsung pada\ud umumnya dipilih untuk memberikan penghormatan kepada orang yang diajak\ud berbicara atau kepada orang yang menjadi objek pembicaraan. Sekurangkurangnya\ud hal ini dilakukan untuk tidak sampai mengancam martabat diri orang\ud lain. Yang bisa menggunakan strategi betutur seperti ini tentu saja adalah orangorang\ud yang memiliki respek diri yang tinggi. Bagaimanapun, bahasa itu dihayati\ud sebagai sarana perwujudan ketinggian martabat seseorang. Setelah dianalisis\ud dengan pendekatan stilistika, penggunaan ungkapan-ungkapan eufemisme\ud dalam bahasa Bugis dapat dibagi menjadi atas empat pola: (1) variasi sinonim\ud kata, (2) pergeseran dari bentuk orang pertama tunggal ke bentuk orang ketiga\ud tunggal, dan (3) pergeseran dari bentuk orang kedua tunggal ke bentuk orang\ud pertama jamak, (4) pergeseran dari bentuk orang kedua tunggal ke bentuk orang\ud ketiga tunggal. Contoh pola (1) ialah Lisunak yolo ???saya pulang dulu??? menjadi\ud Masimmannak yolo ???saya mohon diri dulu???. Contoh pola (2) ialah Dek kuullei\ud ???saya tidak sanggup??? menjadi Dek naullei atanna Petta ???hamba Tuan tidak\ud sanggup???. Adapun contoh (3) ialah Tegako melok lao ???Ke mana hendak engkau\ud pergi??? menjadi Tegakik melok lao ???Ke mana kita hendak pergi???. Kemudian,\ud contoh (4) ialah Niga asemmu? ???Siapa namamu???? menjadi Niga asenna ???..???\ud Siapa namanya???.??? Dalam hubungan ini, akan bertambah santun lagi apabila dua\ud pola atau lebih dipadukan, misalnya pola (1) dipadukan dengan pola (2): Dek\ud kuisengngi ???Saya tidak tak tahu??? menjadi Dek napahangngi atanna, Petta\ud ???Tidak dipahami oleh hamba Tuan???