PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP (INKRACHT VAN GEWIJSDE)

Ketentuan mengenai pelaksanaan eksekusi terhadap Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) merupakan hal yang sangat krusial dan nampaknya belum mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat pencari keadilan. Hal ini terlihat dari banyaknya perkara pembatalan sertipikat hak milik atas tanah yang masih terbengkalai dan belum dapat dilaksanakan pada Badan Pertanahan Nasional Kota Padang, sehingga diperlukan payung hukum yang tegas dalam menjamin kepastian hukum terhadap hak-hak seseorang atas tanah yang dimilikinya. Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai 1) Bagaimana akibat hukum terhadap sertipikat hak milik atas tanah dengan keluarnya Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), 2) Bagaimana proses pembatalan sertipikat hak milik atas tanah berdasarkan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dan 3) Kendala-kendala apakah yang timbul dalam pembatalan sertipikat hak milik atas tanah berdasarkan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka penulis menyimpulkan beberapa hal, antara lain: 1) Akibat hukum terhadap sertipikat dengan keluarnya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yaitu Badan/Pejabat Pemerintahan menarik kembali semua dokumen yang menjadi akibat hukum dari Keputusan. Segala akibat hukum yang ditimbulkan, dibatalkan, dan dianggap tidak pernah ada. 2) Proses pembatalan sertipikat berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap pada BPN Kota Padang dalam jangka waktu pelaksanaan masih cenderung lama dan berbelit-belit belum sepenuhnya mengacu pada ketentuan eksekusi yang diatur Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 dan UUPTUN, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat yang ingin memperoleh haknya. Contohnya pembatalan sertipikat berdasarkan Putusan Nomor 23/G/2014/PTUN-PDG yang sampai saat ini belum selesai. 3) Kendala-kendala yang timbul pada proses pembatalan sertipikat yaitu Surat yang akan dibatalkan sedang dalam status diblokir, disita oleh pejabat yang berwenang dan merupakan obyek perkara di Pengadilan, menimbulkan gejolak sosial/konflik massal. Terjadinya tumpang tindih Badan Peradilan dalam mengadili perkara pembatalan sertipikat, dimana perkara yang menyangkut KTUN harus diputus oleh PTUN, di sisi lain juga menyangkut hak-hak keperdataan seseorang yang merupakan kewenangan dari Pengadilan Negeri. BPN melaksanakan pembatalan hanya berdasarkan permohonan pihak yang merasa kepentingannya dirugikan, sehingga walaupun telah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, hal tersebut tidak akan memberi pengaruh apapun pada BPN. BPN dalam melaksanakan tugasnya belum sepenuhnya mengacu kepada peraturan Perundang-undangan khususnya Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dan UUPTUN, dalam menjalankan kewajibannya BPN lebih berpijak pada Peraturan Pemerintah, sehingga menunjukkan bahwa PP lebih tinggi dari pada Undang-undang dan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)