PERANAN PANITIA PENGAWAS PEMILIHAN UMUMDALAMPENEGAKAN HUKUMPEMILIHAN UMUMPRESIDEN DAN ANGGOTA LEGISLATIF

Mendekati hari-H, atau masa tenang, masalah DPT menjadi konsentrasi. Padahal banyak pelanggaran lain yang harus diwaspadai, salah satunya adalah ‘serangan fajar’, kegiatan membeli suara masyarakat yang dilakukan pada masa tenang.34 Selain itu juga ada kampanye terselubung. Pada kasus ini, terjadi pembagian aksesori alat peraga beserta amplop yang kadang disertai oleh cek berharga atau uang. Inilah yang dinamakan dengan politik uang.35 Namun pada tahap ini, Panwaslu tidak bisa menindak pelanggaran ini. Karena politik uang hanya bisa ditindaklanjut pada masa kampanye dan pemungutan suara.36 Pada pemilu legislatif misalnya, politik uang pada masa kampanye hanya diatur dengan satu ketentuan, yakni Pasal 274 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan, paling lama 24 bulan, denda paling banyak Rp 24 juta. Sedangkan politik uang pada saat pemungutan suara diatur oleh Pasal 286 Undang- Undang nomor 10 Tahun 2008. Padahal, potensi serangan fajar itu berlangsung pada masa tenang. Sayangnya, memakai KUHP pun tidak ada ketentuan yang bisa menindak politik uang dalam Pemilu.37 Kalaupun politik uang terjadi pada si pelaku tetapi unsurnya tidak berkaitan dengan Pemilu, KUHP hanya mengatur hal ini termasuk ranah pidana umum dan khusus, bukan pidana pemilu.38 Dari kasus politik uang diatas, tampak bahwa Panwaslu tidak memiliki wewenang yang cukup untuk menindak pelanggaran Pemilu tersebut. Masih banyak lagi pelanggaran administrasi dan pidana Pemilu, yang tidak dapat terselesaikan karena ketidakefektifan nya kinerja Panwaslu, yang dibarengi juga dengan kewenangan yang kurang dari lembaga pengawas in