AUDIT KOMUNIKASI PADA STRATEGI BRANDING KOTA MARTAPURA (Studi Mengenai Branding Pariwisata Pada Disbudparpora Kabupaten Banjar)

Setiap daerah berlomba-lomba ingin lebih dikenal, lebih dilirik investor, lebih ramai transaksi perdagangannya dan sebagainya. Semua itu akan membuat uang yang datang dan beredar di daerah lebih banyak. Dalam konteks itulah strategi branding menjadi penting. Martapura sendiri berkembang menjadi salah satu kota yang paling ramai di Kalimantan Selatan, selain bergantung pada intan yang ada di dalam perut bumi-nya, penghasilan kota Martapura juga bergantung dari banyaknya wisatawan yang berkunjung. Strategi branding merupakan satu proses strategi pemasaran yang seringkali diterjemahkan sederhana sebagai kegiatan beriklan atau promosi termasuk strategi branding yang diterapkan oleh Dispbudparpora Kabupaten Banjar dalam pengelolaan pariwisatanya. Untuk mengetahui efektifitas sebuah strategi branding maka diperlukan adanya audit komunikasi strategi branding Dispbudparpora Kabupaten Banjar. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Unit analisis data dalam penelitian ini adalah pernyataan dari setiap subjek penelitian yang didapat melalui wawancara. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara semi terstruktur yang bersifat terbuka. Penelitian ini menggunakan metode analisis data model Miles dan Hubberman dengan subjek penelitian adalah 3 orang sebagai subjek utama yang dianggap paham terhadap kegiatan yang direncanakan dan dilakukan Dispbudparpora. Berdasarkan analisa data yang telah dilakukan, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa audit komunikasi pada strategi branding yang diterapkan oleh Dispbudparpora Kabupaten Banjar dalam pengelolaan pariwisatanya belum efektif, strategi branding yang semestinya bisa dicapai lebih baik, terutama pada komunikasi branding yang masih belum terlalu terbuka dan menyeluruh, oleh karena itu aspek komunikasi dan koordinasi internal pada pengelolanya perlu lebih terbuka sehingga lebih efektif. Dalam prakteknya, ternyata stakeholders yang “kurang” greget dengan program – programnya dan juga masih banyak yang belum paham mengenai apa yang akan dijalankan meskipun dalam perencanaanya sudah matang. Pada tahap tindakan (aksi) dan komunikasi secara umum menggambarkan betapa diperlukannya sebuah iklim komunikasi yang dinamis, terbuka dan berkesinambungan. Tapi persoalannya, ternyata aspek komunikasi atau distribusi informasi mengenai strategi branding masih menjadi kendala. Komunikasi atau distribusi informasinya kurang solid dan sepaham karena belum menjadi “teamwork” yang kompak sehingga informasi branding yang dilakukan kepada masyarakat masih belum merata dan menyeluruh. Pada tahap evaluasi program, program branding pariwisata yang dilakukan Dispbudparpora Kabupaten Banjar belum benar – benar optimal, karena program – program yang dilakukan masih biasa – biasa saja dari waktu ke waktu dan dirasakan masyakat masih adanya kekurangan dalam berinovasi