MEKANISME PELAKSANAAN HAK ANGKET DPRRI TERHADAP KPK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (UUMD3)

Indonesia adalah negara demokrasi dan secara konstitusional dilembagakan dalam UUD 1945. Fungsi-fungsi institusional perwakilan rakyat bagaimana sebuah negara dijalankan diantaranya dituangkan dalam UUD 1945. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki fungsi legislasi, interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Fungi-fungsi tersebut dilaksanakan sesuai prinsip dan ketentuan agar dapat memberikan manfaat dan mensejahterakan rakyat. Hak angket diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3. Hak dan kewajiban suatu lembaga negara merupakan elemen terpenting dalam sistem bernegara guna melaksanakan fungsi-fungsi negara. Komisi Pemberantan Korupsi (KPK) merupakan lembaga negara yang bersifat independen dan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya menurut konstitusi yang bebas dari campur tangan kekuasaan manapun. Berdasarkan hal tersebut identifikasi masalah dalam penelitian dan penulisan tesis ini adalah: 1). Bagaimana Mekanisme pelaksanaan Hak Angket oleh DPR terhadap KPK berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3?. 2). Apakah KPK termasuk dalam objek Hak Angket dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum dan sesudah amandemen?. Metode yang digunakan dalam penilitian ini adalah metode normatif deskriptif, sehingga hasil peniltian dan pembahasannya memperlihatkan bahwa: 1). Prosedural dan mekanisme hak angket secara normatif tertuang dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3. Selanjutnya mengenai tata cara pelaksanaan hak angket diatur dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib. Secara Normatif KPK fungsi kenegaraannya bersifat independen, sehingga tugas dan wewenang KPK termasuk dalam ranah kekuasaan (quasi) eksekutif. Secara institusional KPK harus dimaknai residu eksekutif sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006. 2). Selanjutnya Penelitian ini menemukan hak angket pertama kali dituangkan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS), dan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1954. Makna perubahan Kedua UUD 1945, menegaskan bahwa hak angket merupakan kewenangan konstitusional DPR yang diberikan oleh UUD 1945. Dalam konteks permasalahan pembentukan hak angket oleh DPR terhadap KPK adalah kekuasaan eksekutif yang bersifat independen. Independen dimaknai fungsionalisasi institusional dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006. KPK tidak bertanggung jawab kepada Presiden secara langsung. KPK bertanggung jawab kepada publik dan laporannya secara terbuka dan berkala disampaikan kepada Presiden, DPR, dan BPK. Oleh karena itu, KPK bukan objek hak angket DPR