Dampak Konversi Agama terhadap Status Perkawinan dan Hak Asuh Anak Perspektif Hukum Islam

Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) mengetahui dampak konversi agama suami dan atau istri, terhadap status perkawinan mereka menurut tinjauan hukum Islam, 2) mengetahui dampak konversi agama suami dan atau istri, terhadap kepemilikan hak asuh anak mereka menurut tinjauan hukum Islam. Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif dengan menggunakan metode studi kepustakaan (library research). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan syar’i, yaitu pendekatan dengan menggunakan disiplin ilmu hukum Islam (fikih). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara meneliti dan mengambil data dari buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Kemudian data-data tersebut dianalisis dengan metode deduktif dan induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak konversi agama terhadap status perkawinan bermacam-macam, dengan perincian sebagai berikut: 1) apabila suami atau istri masuk Islam, status perkawinannya dibekukan, 2) apabila suami dan istri masuk Islam bersamaan, status perkawinannya tetap sah, 3) apabila suami atau istri murtad, status perkawinannya dibekukan, 4) apabila suami dan istri murtad bersamaan, status perkawinannya tetap sah, 5) apabila suami muslim dan istri ahlulkitab, kemudian suami murtad, status perkawinannya tetap sah, 6) apabila suami muslim dan istri ahlulkitab, kemudian istri melakukan konversi agama, maka dirinci: a) jika istri masuk Islam, status perkawinannya tetap sah, b) jika istri berpindah ke agama ahlulkitab lainnya, status perkawinannya tetap sah, c) jika istri berpindah ke agama non-ahlulkitab, status perkawinannya dibekukan. Adapun dampak konversi agama terhadap kepemilikan hak asuh anak bermacam-macam pula, dengan perincian sebagai berikut: 1) apabila suami atau istri masuk Islam, pemilik hak asuh anak adalah pihak yang masuk Islam, 2) apabila suami dan istri masuk Islam bersamaan, maka anak tetap diasuh oleh keduanya, 3) apabila suami atau istri murtad, pemilik hak asuh anak adalah pihak yang tidak murtad, 4) apabila suami dan istri murtad bersamaan, pemilik hak asuh anak adalah kerabat anak yang memenuhi syarat pengasuhan anak, 5) apabila suami muslim dan istri Ahlulkitab, kemudian suami murtad, pemilik hak asuh anak adalah kerabat anak yang memenuhi syarat pengasuhan anak, 6) apabila suami muslim dan istri ahlulkitab, kemudian istri berpindah ke agama non-ahlulkitab, pemilik hak asuh anak adalah pihak suami. Diperlukan adanya keterlibatan peran pemerintah/negara agar hasil penelitian tersebut dapat diterapkan dalam realitas kehidupan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan, penjatuhan vonis murtad pada suami atau istri dan pemisahan keduanya, demikian pula, dipisahkannya anak muslim dari kedua orang tuanya yang murtad,tidak dapat dilakukan oleh setiap orang atau ormas tertentu, karena akan menyebabkan terjadinya kekacauan di tengah-tengah masyarakat. Sehingga, negara hendaknya memberikan perhatian serius terhadap masalah konversi agama yang terjadi di kalangan rakyatnya, terutama yang berkaitan langsung dengan pasangan suami-istri dan pengasuhan anak. Dalam hal ini, negara harus hadir untuk mengatur permasalahan tersebut, agar tidak terjadi kebingungan dan ketidakpastian hukum di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, bagi para pemuda dan pemudi yang akan menikah, hendaknya telah membekali dirinya dengan ilmu yang berkaitan dengan permasalahan hukum keluarga, mulai dari pernikahan hingga pengasuhan dan pendidikan anak. Demikian pula, bagi pasangan suami-istri yang telah menikah, namun belum memiliki ilmu tersebut, maka hendaknya ia segera mempelajarinya